SAF yang digunakan berasal dari bahan baku terbarukan seperti minyak jelantah yang diproses menggunakan katalis “Merah-Putih”. Prosesnya dikembangkan anak bangsa dan diproduksi di pabrik katalis nasional PT. Katalis Sinergi Indonesia (KSI).
Avtur yang dihasilkan diberi nama Pertamina SAF dan dianalisa kualitasnya. Pertamina SAF telah memenuhi standar internasional untuk spesifikasi Avtur ASTM D1655, Defstan 91-91 latest issued, serta Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 70 Tahun 2025. Standar itu menjadi syarat penting agar bahan bakar tersebut aman dipakai pada pesawat terbang.
Sementara sejak awal pengembangan, ITB berperan sebagai koordinator teknis uji terbang komersial SAF Bioavtur J2.4. Tim Pengembangan Katalis Merah Putih dan Tim Uji Coba Bioavtur bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) yang didukung pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP).
Baca juga: Sesar Citarum yang Memicu Gempa Bumi Tektonik Karawang-Bekasi
Tim ITB terlibat dalam serangkaian kegiatan uji mutu bahan bakar sesuai standar ASTM, uji engine statis, hingga pengujian terbang menggunakan pesawat komersial. Kontribusi ITB dalam pengembangan katalis dalam negeri serta pengujian SAF menjadi bukti pentingnya sinergi antara dunia akademik dan industri. Inovasi ini diharapkan mempercepat adopsi energi bersih, juga memperkuat kemandirian teknologi dalam negeri.
Semua aktivitas distribusi dan produksi di dalam ekosistem ini telah mendapatkan Sertifikasi Internasional untuk Keberlanjutan dan Karbon (ISCC) di bawah Skema Pengimbangan dan Pengurangan Karbon untuk Penerbangan Internasional (CORSIA), baik itu di proses pengumpulan UCO, coprocessing UCO to SAF, maupun distribusi Pertamina SAF.
Khusus fasilitas coprocessing milik KPI juga mendapatkan sertifikasi di bawah Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED-EU). Hal itu menjadikan Pertamina sebagai ekosistem hulu-hilir bahan bakar jet berkelanjutan pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan pengakuan tersebut.
Baca juga: Teknologi Zat Antikarat Dikembangkan dari Ubi Ungu hingga Tembakau
Melalui penerbangan khusus ini, Pertamina memperkenalkan SAF sebagai teknologi energi baru, juga mengukuhkan komitmennya mendukung Asta Cita Pemerintah di bidang ketahanan dan keberlanjutan energi. Langkah ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pelopor penggunaan SAF di Asia Tenggara.
“Inovasi berbasis riset dalam negeri dapat menjawab tantangan global menuju energi bersih. Kolaborasi strategis antara Pertamina dan ITB menjadi bukti Indonesia dapat menjadi pelopor teknologi berkelanjutan di sektor aviasi nasional,” papar Rektor ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara.
Untuk memastikan pasokan bahan baku yang stabil, Pertamina merangkul masyarakat lewat program pengumpulan minyak jelantah. Saat ini, 35 titik pengumpulan telah didirikan di lokasi-lokasi strategis, sehingga memberi kemudahan bagi warga mengelola limbah rumah tangga sekaligus menerima saldo rupiah sebagai insentif.
Baca juga: Kematian Banyak Lebah Madu Penanda Ada Pencemaran Lingkungan
Dadan mengklaim, momentum hari itu menunjukkan transisi energi bersih di Indonesia bukan sekadar wacana. Melainkan rangkaian langkah praktis, mulai dari pemanfaatan potensi bioenergi, integrasi teknologi kilang, dan partisipasi masyarakat dalam pasokan.
“Pertamina bersama seluruh stakeholders sudah membuktikan kami ini raja untuk biodiesel di dunia. Tidak ada yang mengalahkan untuk yang ini,” klaim Dadan.
Namun dia juga mengakui masih ada pekerjaan rumah, terutama pada pengembangan bioetanol dan penguatan kerja sama lintas lembaga.
“Kami mengajak tidak bisa hanya sektor hilir yang bertanggung jawab,” imbuh dia. [WLC02]
Sumber: Pertamina, Kementerian ESDM, ITB







Discussion about this post