Untuk mengatasi kendala ini, teknologi astronomi terus dikembangkan guna meningkatkan keakuratan pengamatan hilal. Salah satu teknologi yang kini digunakan adalah teleskop dengan kamera digital dan pemroses citra image stacking yang dapat meningkatkan kontras citra hilal dengan cara menumpuk ratusan gambar dalam satu frame.
“Teknologi ini memungkinkan hilal yang sangat redup dapat terlihat lebih jelas,” imbuh dia.
Thomas juga menjelaskan perbedaan penentuan awal bulan Hijriah antara Indonesia dan Arab Saudi. Secara logika, Indonesia yang berada lebih ke timur seharusnya lebih dulu menetapkan awal bulan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi lebih dahulu menetapkan Idul Fitri atau Idul Adha.
Baca juga: Makanan Manusia yang Boleh dan Tidak Boleh Dikonsumsi Kucing
“Sebab ada perbedaan keputusan pemerintah masing-masing negara, bukan karena perbedaan metode hisab atau rukyat,” jelas dia.
Sementara sejak 2021, pemerintah dan ormas Islam di Indonesia telah memperbarui kriteria penentuan hilal, yakni tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Muhammadiyah yang sebelumnya menggunakan kriteria kalender Hijriah global tunggal kini kembali menggunakan metode wujudul hilal. Meskipun demikian, perbedaan penetapan awal bulan Hijriah kemungkinan tetap akan terjadi.
Sebagai lembaga riset nasional, BRIN memiliki peran penting dalam pengembangan ilmu astronomi untuk mendukung penentuan hilal yang lebih akurat dan ilmiah. Melalui Pusat Riset Antariksa, BRIN memberikan dukungan untuk pemantauan hilal yang lebih berkualitas sebagai masukan bagi sidang isbat Kementerian Agama.
Baca juga: Mencegah Risiko Penularan Penyakit dari Satwa Liar dengan Konsep One Health
“Kami terus memberikan masukan berdasarkan riset dan inovasi astronomi untuk memastikan bahwa metode yang digunakan dalam penentuan hilal semakin akurat dan dapat diterima oleh semua pihak,” kata Thomas.
Dengan edukasi yang terus dilakukan lembaga riset dan pemerintah, diharapkan perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah ada titik temunya. Masyarakat pun dapat lebih memahami metode ilmiah dalam penentuan hilal.
Prediksi awal Ramadan 1446H
Berdasarkan analisis garis tanggal, pada 28 Februari 2025 saat Maghrib di wilayah Indonesia menunjukkan posisi bulan telah memenuhi kriteria MABIMS di wilayah Aceh. Posisi bulan di Banda Aceh sebagai berikut: tinggi toposentrik 4,5o; elongasi geosentrik 6,4o; sedikit melebihi kriteria MABIMS tinggi >3o, elongasi >6,4o.
Baca juga: Anggota DPR Dukung Usulan RUU Geologi agar Data Kekayaan Alam Akurat
Dengan kondisi seperti ini di Aceh, awal Ramadan di kalender hijriyah adalah 1 Maret 2025. Tetapi karena hanya wilayah Aceh yang telah memenuhi kriteria dan mengingat cuaca mungkin mendung, ada kemungkinan gagal rukyat, sehingga berpotensi 1 Ramadan jatuh pada 2 Maret 2025.
“Namun penetapan awal Ramadan 1446H menunggu hasil sidang isbat dari Kementerian Agama,” ujar Thomas. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post