Wanaloka.com – IPB University memiliki kisah sukses dalam menerapkan pengendalian hama dan penyakit dalam skala luas di Subang, Jawa Barat. Mengingat pengendalian hama dan penyakit merupakan komponen penting untuk menjaga produktivitas tanaman.
IPB University menerapkan pendekatan baru berupa Pengelolaan Hama Penyakit Terpadu-Biointensif (PHT-Biointensif) yang telah teruji efektif pada 500 hektare sawah di kabupaten yang dikenal sebagai lumbung padi ketiga nasional itu. Teknologi ini telah diterapkan di dua lokasi, yaitu Kampung Inovasi IPB Subang – Desa Kiarasari, Compreng seluas 350 hektare (ha). Kemudian di kawasan program Patriot Pangan di Desa Ciasem Girang, Ciasem seluas 100 ha.
Kampung Inovasi IPB Subang di Kiarasari pada Musim Tanam (MT) 1 tahun ini menghasilkan 9,72 ton gabah kering panen per hektare (GKP/ha). Sementara di Ciasem, hasil panen di lahan program Patriot Pangan di Desa Ciasem Girang menghasilkan 10 ton GKP/ha. Di kedua tempat ini, produktivitasnya melebihi rata-rata yang 7,3 ton per ha.
Baca Juga: Hoaks, Pulau Tagulandang akan Tenggelam Akibat Erupsi Gunung Ruang
Guru Besar Proteksi Tanaman IPB University, Prof. Suryo Wiyono menjelaskan, komponen utama teknologi PHT-Biointensif terdiri dari bioimunisasi tanaman dengan cendawan endofit dan bakteri teruji. Serta membuat banyak predator hama dengan pupuk organik dan menghindari penggunaan pestisida sampai umur 35 hari.
Juga dilakukan monitoring penerbangan penggerek dengan light trap yang diikuti pengumpulan kelompok telur. Dalam implementasinya, monitoring turut melibatkan guru dan siswa SMKN Compreng. Kegiatan yang dilakukan meliputi monitoring hama penggerek batang padi, pengumpulan kelompok telur di persemaian, dan bioimunisasi tanaman dengan mikroba.
“Hasil penerapan teknik ini langsung bisa terlihat dan dirasakan petani. Serangan penggerek batang di daerah Compreng tidak lebih tinggi dari 1 persen hingga musim panen tiba. Sementara, serangan penggerek batang di desa sebelahnya mencapai 11,0 persen,” ungkap Suryo yang juga Dekan Fakultas Pertanian IPB University.
Baca Juga: Tiga Instruksi Jokowi Soal Relokasi Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang
Sama halnya dengan Compreng, di Ciasem Baru yang merupakan daerah endemik penggerek batang, tingkat serangan penggerek pada petak penerapan hanya sebesar 21,59 persen. Kondisi itu jauh lebih rendah dibanding yang menggunakan metode konvensional yang mencapai 67,3 persen.
Ahli Hama IPB University, Dewi Sartiami menyatakan, monitoring dengan light trap terbukti efektif untuk mengelola penggerek batang. Metode ini bisa melihat puncak penerbangan ngengat penggerek dan menentukan waktu pengumpulan kelompok telur.
Discussion about this post