Wanaloka.com – Warga Wadas yang terbagung dalam gerakan masyarakat peduli alam Desa Wadas (Gempadewa) kembali melakukan perlawanan terhadap upaya penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kali ini, perlawanan terbaru ditempuh Gempadewa dengan melayangkan gugatan terhadap Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM ke Mahkamah Agung.
Pada tanggal 28 Juli 2021, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM menerbitkan Surat Nomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 Perihal Tanggapan atas Permohonan Rekomendasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Bener, yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat”.
LBH Yogyakarta menegaskan surat tersebut pada intinya memperbolehkan rencana pertambangan di Wadas dilakukan tanpa izin pertambangan. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta aturan-aturan turunannya, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.
Baca Juga: Makassar Jadi Kota dengan Tingkat Pergeseran Iklim Tertinggi di Indonesia
Artinya siapapun baik perseorangan, kelompok, dan atau badan usaha apapun hanya dapat melakukan pertambangan apabila telah mendapatkan izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IP R, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP untuk Penjualan. Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.
“Rencana tambang di Wadas sejak awal dilakukan secara melawan hukum dan sewenang-wenang oleh pemerintah dan pemrakasa. Pemerintah coba melakukan penyelundupan hukum untuk tambang di Wadas. Nggak ada itu klausul atau pasal dalam Undang-Undang Minerba yang memperbolehkan tambang dilakukan tanpa izin. Mau untuk kepentingan nasional atau untuk kepentingan komersil, tambang tetap tambang. Dan siapapun yang akan melakukan pertambangan harus mengantongi izin. Itu amanat Undang-Undang Minerba. Kalau nggak ada izin namanya tambang ilegal. Aturannya jelas kok. Jadi, pemerintah jangan bertindak seolaholah hukum itu sendiri yang bisa seenaknya menabrak aturan perundang-undangan,” tegas Julian Duwi Prasetia, Direktur LBH Yogyakarta sekaligus pendamping hukum Gempadewa.
Baca Juga: Kabar Duka dari PLG Way Kambas, Taufan Gajah Sumatera Mati Mendadak
Julian berharap gugatan ini menjadi energi baru bagi perjuangan warga Wadas dalam mempertahankan tanahnya dari rencana tambang. Selain itu, gugatan ini juga menjadi koreksi atas tindakan sewenang-wenang pemerintah dalam mengelola negara, sekaligus menguji integritas lembaga peradilan dalam proses penegakan keadilan bagi rakyat.
“Kami akan menyurati Mahkamah Agung untuk mengutus hakim terbaik, punya keberpihakan pada rakyat dan Hak Asasi Manusia untuk menangani perkara Wadas ini. Putusan atas gugatan Wadas sebelumnya di PTUN Semarang cukup mengecewakan kami. Ada beberapa catatan kritis dari LBH Yogyakarta dan para akademisi atas pertimbanganpertimbangan majelis hakim. Makanya untuk gugatan ini, kami akan minta Mahkamah Agung untuk memberikan hakim terbaik,” imbuh Julian dalam siaran pers Gempadewa pada Rabu, 2 November 2022.
Discussion about this post