Wanaloka.com – Penolakan warga di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur atas proyek panas bumi (geothermal) karena khawatir terhadap potensi kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencaharian. Namun pemerintah menganggap penolakan itu sebagai hambatan.
Sentimen ini tidak lepas dari kurangnya komunikasi yang terbuka antara pemangku kepentingan dan warga. Di sisi lain, pemahaman teknis masyarakat tentang panas bumi dinilai minim sehingga memperbesar jarak kepercayaan terhadap proyek ini.
Menanggapi tantangan tersebut, pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, serta organisasi non-pemerintah mengadakan pertemuan di Kantor Gubernur NTT pada 28 April 2025. Pertemuan yang dipimpin Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Gubernur NTT ini turut menghadirkan pakar panas bumi UGM, Pri Utami sebagai perwakilan kalangan akademisi.
Baca juga: Masih Satu Juta Kubik Abu Gunung Marapi, Kementerian PU Bangun 9 Sabo Dam
Pertemuan ini bertujuan mencari titik temu antara berbagai kepentingan agar pengembangan panas bumi berjalan adil dan berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor penting untuk menciptakan model pengelolaan energi yang inklusif.
Jangan abaikan nilai-nilai lokal
Dalam forum, Pri Utami menyampaikan lima poin penting sebagai langkah strategis. Pertama, pemanfaatan energi tidak boleh mereduksi nilai-nilai lokal yang selama ini menjaga harmoni antara manusia dan alam. Pendekatan budaya harus menjadi bagian dari desain awal proyek energi. Jika nilai-nilai lokal diabaikan, maka resistensi sosial sulit untuk dihindari.
“Perlu ditarik benang merah antara budaya dan adat istiadat setempat dengan upaya pelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan panas bumi,” kata Pri Utami.
Baca juga: Madu Klanceng Lebih Aman Bagi Penderita Diabetes
Kedua, ia juga menekankan pentingnya pemetaan aktivitas ekonomi lokal sebelum proyek panas bumi dijalankan. Semestinya, pemanfaatan panas bumi tidak berdiri sendiri, melainkan bersinergi dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Potensi sektor pariwisata, pertanian, dan industri kreatif perlu diidentifikasi sebagai mitra sinergis energi. Dengan begitu, proyek panas bumi tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga menumbuhkan ekosistem ekonomi yang luas.
Integrasi panas bumi dengan ekonomi lokal akan memperkuat ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan. Sekaligus menurunkan risiko ketergantungan ekonomi terhadap sektor tertentu saja.
Baca juga: Apa Rahasia Seduhan Kopi Tubruk Terasa Lebih Nendang?
Ketiga, Pri Utami juga menyerukan penerbitan regulasi khusus mengenai pemanfaatan langsung energi panas bumi. Regulasi ini dinilai penting untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berbasis energi bersih dan berkelanjutan.
Keempat, tak kalah penting adalah pendidikan. Pendidikan berbasis lokal ini diyakini dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap potensi energi di wilayah masing-masing. Anak-anak muda yang memahami potensi daerahnya akan menjadi agen perubahan yang berdaya.
“Perlu ditumbuhkembangkan perangai ilmiah melalui edukasi panas bumi, termasuk melalui muatan lokal mengenai geologi dan potensi panas bumi Indonesia, baik di sekolah formal maupun di ruang-ruang edukasi publik,” ujar dia.
Discussion about this post