Kamis, 31 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Seruan Mengawal Revisi UU Kehutanan, Akhiri Anggapan Hutan Komoditas Milik Negara

Indonesia seharusnya bisa menata kelola hutan dengan memberi pengakuan penuh atas hak-hak masyarakat adat dan penduduk lokal sebagai penjaga hutan yang sah.

Rabu, 11 Juni 2025
A A
Pelabuhan Kayu PT Prabu Alaska di Kaimana Papua Barat. Hutan Papua masih terus digerus dan dibabat tanpa memperhatikan prinsip PADIATAPA. Foto Forest Watch Indonesia.

Pelabuhan Kayu PT Prabu Alaska di Kaimana Papua Barat. Hutan Papua masih terus digerus dan dibabat tanpa memperhatikan prinsip PADIATAPA. Foto Forest Watch Indonesia.

Share on FacebookShare on Twitter

“Di Kalimantan Barat, hutan yang luas tak menjamin kesejahteraan karena tata kelolanya masih dikuasai logika kolonial dan kepentingan kapital. Hutan tanaman industri di dalam konsesi kehutanan adalah kebun monokultur yang bukan hutan. RUU Kehutanan bukan hanya soal regulasi, tapi soal keadilan dan masa depan,” (A Syukri dari Link-Ar Borneo, Kalimantan Barat)

Baca juga: Steven Solikin, Laut Semakin Gelap dan Risiko Kompetisi Predator Meningkat

“RUUK harus menjadi benteng terhadap ekspansi korporasi. Bukan jalan tol bagi proyek pangan dan energi yang mengorbankan hutan dan masyarakat adat. Tanpa perlindungan sosial, penerapan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) dan pelaksanaan Putusan MK 35 di tingkat tapak, revisi ini hanya akan memperluas konflik, kriminalisasi, dan kerusakan ekologis di Kaltara atas nama Pembangunan,” (Darwis dari Green of Borneo Kalimantan Utara (Kaltara)

“RUUK tak berpihak pada rakyat dan ekosistem, maka yang lahir bukan solusi, tapi legalisasi krisis di Aceh,” (Afifuddin dari Walhi Aceh)

“Pendekatan eksploitatif dalam RUUK harus dihentikan. Apalagi jika tanpa transparansi dan persetujuan masyarakat adat, maka yang terjadi bukan pembangunan, tapi penjajahan dalam bentuk food estate,” (Sulfianto dari Panah Papua)

Baca juga: Temuan KLH, Empat Perusahaan Tambang Merusak Lingkungan Lima Pulau di Raja Ampat

“Di Jambi, transisi energi yang dijalankan konsesi kehutanan justru jadi kedok baru perampasan hutan, menggusur kebun rakyat, hingga konsesi yang berubah jadi tambang ilegal. RUUK harus dikawal ketat agar narasi hijau tidak terus dipakai untuk mengabaikan hak ulayat dan merampas ruang hidup masyarakat,” (Oscar Anugrah dari Walhi Jambi)

“Penguasaan sepihak atas hutan di Gorontalo sejak kolonial hingga hari ini juga terus berlangsung dalam rupa baru, yakni investasi, proyek monokultur, dan proyek bioenergi di Kabupaten Pohuwato yang meminggirkan masyarakat lokal. RUUK harus menjadi alat koreksi terhadap warisan ketimpangan ini, bukan justru melanggengkannya demi kepentingan korporasi dan kepentingan transisi energi negara importir atas sumber daya hutan di Gorontalo,” (Defri Setiawan dari Walhi Gorontalo)

“Di tengah keterbatasan ekologis pulau-pulau kecil Maluku, kebijakan kehutanan tak bisa terus mengulang sejarah pengabaian dengan menunjuk wilayah adat menjadi kawasan hutan negara, bias pulau besar, hingga lahirnya proyek biomassa di Pulau Buru yang menggusur ruang hidup. Sudah saatnya masyarakat adat tidak sekadar diajak berpartisipasi, tapi diakui haknya sebagai pemilik sah hutan yang mereka rawat turun-temurun,” (Zul dari KORA Maluku)

Baca juga: Temuan Kementerian Kehutanan, Tiga Perusahaan Menambang di Kawasan Hutan Raja Ampat

“Ketika negara menjadikan pulau-pulau tak berpenghuni sebagai celah ekspansi proyek strategis nasional, tanpa melihat relasi komunal masyarakat dan daya dukung ekologi, yang dikorbankan bukan hanya hutan. Melainkan juga identitas, kesehatan, dan masa depan pulau-pulau yang rentan di garis gempa dan krisis iklim,” (Faizal Ratuela dari Walhi Maluku Utara)

“RUUK bukan sekadar dokumen hukum, tapi cerminan memahami ulang makna hutan, memperbaiki struktur tata kelola, dan memastikan bahwa kekuasaan atas hutan tidak lagi dimonopoli. Melainkan juga dibagi secara adil dan transparan demi masa depan sosial-ekologis yang berkeadilan,” (Andi Chairil Ichsan, Kepala LPPM Universitas Mataram)

“Pengakuan hak masyarakat dan tata kelola hutan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel harus menjadi roh dari UUK yang baru, baik pada tahap pengukuhan, perizinan, pengawasan, dan penegakan hukumnya,” (Dessy Eko Prayitno dari Universitas Indonesia, Jakarta)

“UU Kehutanan perlu serius direvisi dengan mengutamakan keadilan bagi masyarakat adat, penegakan putusan MK, serta mengintegrasikan pengelolaan hutan dan pangan,” (anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Riyono). [WLC02]

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: Forest Watch Indonesiahutan milik negaramasyarakat adatRUU KehutananUU 41 Tahun 1999

Editor

Next Post
Tanggul di Pantai Muara Baru. Foto Kementerian PU.

Tanggul Laut Masih Jadi Solusi Pemerintah Atasi Rob di Pesisir Utara Jawa

Discussion about this post

TERKINI

  • Mahkamah Konstitusi menolak pengajuan uji formil UU KSDAHE, 17 Juli 2025. Foto Dok. AMAN.MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE, Dissenting Opinion Dua Hakim Sebut Ada Pelanggaran
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Rapat Koordinasi Penanganan Karhutla di Riau, 23 Juli 2025. Foto Dok. BMKG.Juli Puncak Kemarau di Riau, Potensi Karhutla Meningkat hingga Awal Agustus
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Ilustrasi gajah di kawasan DAS Peusangan, Aceh. Foto WWF Indonesia.Lahan Konservasi Gajah dari Prabowo, Pakar Ingatkan Kepastian Status Lahan dan Kesesuaian Habitat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Komisi XIII menerima audiensi LEM UII Yogyakarta terkait RUU Masyarakat Adat di Gedung DPR, 21 Juli 2025. Foto Runi-Andri/Parlementaria.Lebih Dua Dekade, Baleg dan Komisi XIII DPR Janji Sahkan RUU Masyarakat Adat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Peresmian Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya di Jakarta, 21 Juli 2025. Foto BMKG.Fondasi Gedung Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya Sedalam 30 Meter
    In IPTEK
    Rabu, 23 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media