Kolaborasi riset ini bertujuan untuk mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap permasalahan kompleks pada lahan gambut. Terutama untuk memahami bagaimana interaksi antara karbon dan tinggi muka air yang ada di lahan gambut dan hubungannya dengan dinamika atmosfer serta iklim yang diyakini mempengaruhi sirkulasi global dunia.
Kelahiran teknologi ini dilatarbelakangi kebakaran lahan gambut yang merupakan masalah lingkungan serius yang berdampak luas, baik ekosistem, kesehatan manusia, serta iklim global. Guna mengembangkan strategi pencegahan kebakaran dan mitigasi yang efektif pada lahan gambut, perlu dilakukan penelitian mendalam untuk memahami dinamika dan karakteristik tanah gambut.
Baca Juga: AMAN Desak Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 Hari Pertama
Saat musim kemarau, tingkat muka air tanah di lahan gambut menurun yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.
“Kebakarannya bisa berlangsung cukup lama dan menghasilkan asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia,” ujar dia.
Sementara tanah gambut punya karakteristik unik tanah gambut yang berbeda dari jenis tanah lainnya. Kandungan air yang tinggi membuat tanah gambut sangat lembab dan mudah terkompresi.
Baca Juga: Aruki Nilai Agenda dan Pidato Kenegaraan Prabowo Gagal Atasi Krisis Iklim
“Tanah gambut memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang besar, menjadikan ekosistem penting dalam mitigasi perubahan iklim,” imbuh dia.
Namun tanah gambut rentan terhadap kerusakan. Ketika lahan gambut dikeringkan untuk keperluan pertanian atau pembangunan, bahan organik yang sebelumnya terendam air mulai terdekomposisi dengan cepat untuk melepaskan karbondioksida ke atmosfer.
“Ini berkontribusi terhadap pemanasan global,” jelas dia.
Ia berharap, Simocakap mendukung upaya pelestarian alam sekaligus upaya pembangunan.
“Kami bekerja sama dengan alam. Alam harus tetap lestari, tetapi pembangunan harus tetap berjalan,” kata Sulaiman. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post