Ketua Tim Kerja Mitigasi Tsunami Hindia Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugrah menyoroti bagaimana nilai-nilai budaya dapat memperkuat kesiapsiagaan masyarakat. Bahwa tradisi memberi fondasi sosial yang memperkuat ketahanan masyarakat. Sains menyediakan alat prediksi dan teknologi peringatan dini.
“Ketika keduanya berjalan bersama, kesiapsiagaan menjadi lebih efektif dan berkelanjutan,” kata dia.
Pengalaman di lapangan menunjukkan pentingnya bahasa lokal dan tokoh adat dalam menyampaikan pesan mitigasi. Kalimat sederhana dalam bahasa daerah sering kali lebih didengar daripada instruksi teknis.
“Di sinilah nilai budaya berperan besar dalam menyelamatkan nyawa,” imbuh dia.
Baca juga: Curah Hujan Tinggi, Waspada Permukiman di Dekat Sungai dan di Pegunungan
Sementara, menurut Peneliti Pusat Riset Manuskrip Literatur dan Tradisi Lisan BRIN, Asep Supriadi kearifan lokal menjadi salah satu usaha dalam memitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana.
Perlu sinergi peran masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dan masyarakat menjadi penjaga keberlangsungan kearifan lokal yang hidup di masyarakat setempat. Ketahanan bencana berbasis kearifan lokal dapat membangun kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Sebagai contoh rumah arsitektur tradisional merupakan bangunan struktur tahan gempa yang perlu dikembangkan sebagai salah satu upaya mengurangi risiko bencana.
Dengan komitmen tersebut, BRIN berharap riset-riset yang lahir tidak hanya memperkuat sistem mitigasi bencana, tetapi juga menjaga warisan pengetahuan lokal sebagai bagian dari identitas bangsa. Kolaborasi sains dan tradisi menjadi bukti upaya mengurangi risiko bencana tidak hanya berbicara tentang alat deteksi dan peta risiko, melainkan juga tentang narasi, nilai, dan kebijaksanaan manusia yang diwariskan lintas generasi. [WLC02]
Sumber: BRIN







Discussion about this post