Wanaloka.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mempercepat implementasi program transisi energi dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) melalui bahan bakar nabati. Dimulai dengan penggunaan campuran 40% biodiesel dari minyak sawit dan 60% solar (B40) menjadi B50 pada tahun depan (2026). Tahun 2027 akan membuat bensin dengan campuran Etanol 10% (E10) hingga E20.
“Sekarang tesnya (biodiesel) sudah final. Ini semua untuk menciptakan sumber-sumber energi dari nabati untuk kedaulatan energi kita,” klaim Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam upacara Hari Jadi Pertambangan dan Energi (PE) ke-80 di kawasan Monumen Nasional Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025.
Hingga September 2025, realisasi program campuran bahan bakar biodiesel sebanyak 40 persen atau B40 sebesar 10,57 juta kiloliter disertai peningkatan nilai tambah Crude Palm Oil hingga Rp14,7 triliun. Selain diklaim dapat menghemat devisa hingga mencapai Rp93,43 triliun, mandatori program ini dinilai bisa menyerap tenaga kerja lebih dari 1,3 juta tenaga kerja serta menurunkan emisi karbon hingga 28 juta ton.
Baca juga: Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
Pemerintah juga memperluas pemanfaatan sumber-sumber energi hijau seperti Matahari, air, dan angin. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2035, kapasitas pembangkit EBT ditargetkan mencapai 69,5 gigawatt (GW). Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar Indonesia untuk mencapai bauran energi bersih yang berkelanjutan.
Di sisi lain, upaya pemerataan pembangunan sektor energi, pemerintah menargetkan 5.700 desa dan 4.400 dusun mendapat pasokan listrik.
Dari sektor mineral dan batu bara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 2025 ditargetkan akan melebihi target yang ditetapkan APBN 2025.
Baca juga: Emilya Nurjani, Sampaikanlah Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dengan Bahasa Mudah Dipahami
Sementara lifting (penjualan) minyak dan gas bumi (migas) disebut telah melampau target APBN 2025, yakni di atas 605 ribu barel per hari. Target 2029-2030 harus mencapai 900.000 sampai 1.000.000 barel per hari untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Perlu dikaji ulang
Wacana pencampuran 10 persen etanol ke bahan bakar minyak BBM (E10) pernah ramai dibahas usai Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau awal Oktober 2025. Pemerintah menilai kebijakan ini bisa mengurangi impor minyak dan emisi karbon, tetapi di lapangan masih banyak yang harus disiapkan.
Pertamina sudah menguji coba E10 di Surabaya bersama sejumlah mitra otomotif untuk melihat dampaknya terhadap mesin dan emisi. Hasil awal menunjukkan penurunan gas buang CO dan HC. Meski sebagian besar kendaraan baru dinilai sudah kompatibel dengan bahan bakar bercampur etanol, sejumlah pihak masih menyoroti kesiapan infrastruktur distribusi dan risiko teknis pada kendaraan lama.
Baca juga: Belajar dari Kearifan Lokal Kasepuhan Girijaya dan Tahura Atasi Perubahan Iklim
Anggota Komisi XII DPR RI, Ateng Sutisna juga meminta rencana itu dikaji ulang. Sebab meskipun penggunaan etanol baik bagi lingkungan, namun belum sepenuhnya cocok dengan kondisi mesin kendaraan yang digunakan masyarakat Indonesia saat ini.
“Bagi banyak kendaraan, kandungan etanol saat ini belum ramah bagi mesin. Diharapkan saat teknologi mesin mobil semakin canggih, etanol akan menjadi pilihan yang lebih baik,” ujar politisi Fraksi PKS itu dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Oktober 2025.






Discussion about this post