Semaksimal mungkin setiap orang melakukan pencegahan (prevention) sehingga tidak menimbulkan sampah di awal. Namun apabila tetap menimbulkan sampah, jumlah sampah diupayakan seminimal mungkin. Setelah berhasil pada tahap tersebut, pengolahan sampah di fase selanjutnya seperti reuse, recycling, energy recovery, dan disposal (TPA) akan lebih mudah.
Baca Juga: Gempa Garut, BMKG: Gempa Dangkal Dipicu Aktivitas Lempeng Indo-Australia
Namun hierarki tersebut bisa saja fleksibel. “Selain pengurangan timbulan sampah di sumber, berbagai teknologi pengolahan atau daur ulang sampah di awal dapat pula dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut dan ditimbun di TPA,” papar Chaerul.
Ia menyampaikan sejumlah strategi pengurangan timbulan sampah berdasarkan tahapan pengolahan sampah, meliputi:
1.Mengurangi pemakaian produk sekali pakai;
2.Menggunakan kemasan seoptimal mungkin. Contoh, satu pisang yang dibungkus material sterofoam dan plastik yang sampahnya lebih banyak daripada makanannya;
3. Penerapan polluter pays principle yakni pengenaan besaran tarif retribusi berbeda untuk jumlah timbulan yang berbeda atau implementasi berbagai bentuk insentif dan disinsentif;
4. Penjualan produk dengan sistem curah (tanpa kemasan);
5. Penggunaan kemasan yang lebih mudah terdegradasi di alam, seperti mengganti kemasan plastik dengan kertas dan/atau plastik yang biodegradable, dan lain-lain;
6. Reuse sebagai usaha maksimal memperpanjang masa layan suatu produk tanpa mengubah struktur penyusunnya;
7. Penerapan circular economy, misalnya substitusi bahan baku dari alam menjadi bahan baku dari by product atau sampah;
8. Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) terutama untuk penarikan kembali (take back system) terhadap by product (kemasan) dan produk lewat masa layan untuk didaur ulang;
9. Pengembangan close loop industry (industri daur ulang), termasuk yang menghasilkan produk sejenis walaupun mungkin dengan kualitas yang lebih rendah.
Baca Juga: Kebijakan Baru Atur Kesiapan Sistem Kelistrikan Menerima Energi Terbarukan
Surat Instruksi Rektor ITB untuk Kelola Sampah
Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, melalui Surat Instruksi Rektor nomor 381.IT.A/HK.01/2023 memberikan instruksi kepada seluruh pimpinan unit kerja di lingkungan ITB, dosen, tenaga kependidikan ITB, mahasiswa ITB, dan mitra di lingkungan ITB untuk melakukan pengelolaan sampah di lingkungan ITB. Pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui program pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Program pengurangan sampah dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Mulai dari pembatasan penggunaan material sekali pakai, baik yang berbahan plastik maupun kertas.
Kemudian pengurangan konsumsi makanan dan minuman yang berpotensi menambah timbulan sampah dengan kemasan sekali pakai, khususnya plastik, kertas, dan styrofoam.
Baca Juga: Banyu Panguripan, Kearifan Lokal Masyarakat Kudus Melestarikan Sumber Air
Strateginya meliputi, pertama, mengimbau seluruh civitas akademika untuk menggunakan wadah makanan dan minuman sendiri yang tidak sekali pakai. Baik saat berkegiatan baik di dalam maupun di luar ruangan kampus.
Kedua, penggunaan kertas untuk pencetakan dokumen, baik untuk kegiatan administrasi perkantoran, kegiatan pendidikan, kegiatan kemahasiswaan, maupun kegiatan-kegiatan lainnya pun dapat mulai lebih diminimalisasi. Antisipasinya, civitas akademika dapat menggunakan sisi kertas yang belum terpakai atau penggunaan kertas dua sisi untuk pencetakan dokumen konsep atau draft.
Civitas akademika pun dapat lebih banyak menerapkan teknologi informasi dalam tata kelola organisasi maupun kegiatan pendidikan guna meminimalisasi penggunaan bahan kertas atau yang dikenal dengan sistem paperless office.
Baca Juga: UGM Jadi Tuan Rumah Manajemen Kesehatan Bencana ASEAN
Ketiga, saat ada kegiatan bersifat rutin maupun insidental, penting untuk diterapkan sistem kerja yang baik dalam pemilahan serta pengurangan sampah. Semisal, menyediakan bank sampah di beberapa titik yang ditentukan ketika mengadakan kegiatan.
Sementara program penanganan sampah dapat dilakukan dengan sejumlah langkah. Seperti mengutamakan kegiatan penanganan sampah di sumber Unit Kerja Akademik (UKA), Unit Kerja Pendukung (UKP), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sesuai dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Berdasarkan pedoman Direktorat Sarana dan Prasarana ITB, penyediaan tempat sampah dilakukan secara terpilah dan mandiri. Ditujukan untuk menyimpan sampah organik (sisa makanan dan dedaunan), sampah anorganik (yang dapat didaur ulang, seperti botol plastik, kaleng, kertas, dan lain-lain), sampah residu (yang belum dapat didaur ulang), dan sampah beracun berbahaya (seperti baterai, pecahan kaca, lampu, dan lain sebagainya).
Baca Juga: Jepang Buang Limbah Radiokatif ke Laut, DPR Waspadai Impor Seafood
Nantinya secara terpilah dan terjadwal, sampah-sampah tersebut akan diangkut ke tempat pengumpulan sampah sementara (TPSS) maupun instalasi pengolahan sampah terpadu (IPST).
Program pengurangan, penanganan, dan pengelolaan sampah tersebut dilakukan dengan menggunakan kombinasi teknologi tepat guna yang mengedepankan inovasi teknologi pengolahan sampah yang telah dikembangkan ITB.
Selain membentuk tim penanganan sampah di setiap fakultas dan sekolah, pihak ITB juga berkolaborasi dengan RT/RW dan lingkungan sekitar kampus ITB. Menurut Reini, keberhasilan pengelolaan sampah bergantung pada kebiasaan civitas academica sekaligus cermin dari budaya ITB.
Baca Juga: Pengetahuan Etnobotani Suku Rejang untuk Ketahanan Pangan Terancam Punah
“Kami harus tegas, lugas, dan konsisten untuk pengelolaan sampah,” kata Reini.
Direktur Direktorat Sarana dan Prasarana, Herto Dwi Ariesyady menyampaikan rencana besar ITB untuk bergerak ke arah yang lebih berkelanjutan. Bahwa sampah dapat dikelola dengan baik sehingga menghasilkan produk atau dimanfaatkan ulang.
“Sehingga sampah tidak lagi berakhir di TPA,” kata Herto. [WLC02]
Sumber: ITB
Discussion about this post