Masyarakat sebagai pembaca belum dilibatkan dalam wacana perubahan iklim. Pemberitaan tentang perubahan iklim didominasi tema tentang sains, fenomena alam yang natural, alih-alih sebagai fenomena yang dipicu oleh perilaku manusia.
Padahal manusia merupakan bagian dalam suatu ekosistem, namun wacana perubahan iklim selama ini cenderung dikonstruksi sebagai fenomena alam belaka. Kesadaran ekologis mencakup pengetahuan tentang peran manusia sebagai subjek dalam ekosistem yang mengatur lingkungan sebagai sumber daya penghidupan juga perlu diwacanakan.
“Media massa sebagai subjek yang membentuk persepsi publik memiliki kesempatan untuk membagikan narasi yang bersifat ekosentris,” imbuh Guru Besar ke 525 di UGM dan salah satu dari 17 Guru Besar FIB UGM.
Baca juga: Perubahan Iklim, Cuaca Ekstrem Makin Sering Dirasakan
Bahasa bagi Suhandana, tidak hanya mencerminkan pandangan dunia penuturnya terhadap lingkungan. Namun juga dapat mempengaruhi cara berpikir serta bertindak bagi para penutur. Penelitian bahasa perlu diarahkan untuk membantu dalam mengatasi krisis lingkungan yang sekarang sedang dihadapi penghuni planet ini.
Ia menyerukan agar para ahli bahasa dapat terus memproduksi dan mereproduksi wacana positif yang memberikan kesadaran atas peran manusia di dalam ekosistem. Pemakaian bahasa yang dapat mendorong orang abai terhadap lingkungan perlu dihindari. Sebaliknya, pemakaian bahasa dalam wacana apapun sebaiknya mampu membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
“Ahli bahasa memang tidak memegang kunci dalam memecahkan masalah lingkungan, tetapi dapat menulis petunjuk penggunaannya,” tegas Ketua Program Studi Magister Linguistik FIB UGM ini. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post