Ia menerangkan, banjir rob terjadi ketika air laut pasang menggenangi daratan di wilayah pesisir. Berbeda dengan banjir akibat hujan deras atau luapan sungai, banjir rob dipicu oleh gravitasi bulan, perubahan iklim, atau aktivitas manusia seperti pengambilan air tanah berlebihan yang menyebabkan penurunan muka tanah (land subsidence).
“Banjir rob seperti tsunami yang datang perlahan. Meski tidak sebesar tsunami, dampaknya bisa lebih luas jika terjadi berulang dalam waktu lama,” ujar Yonvitner yang juga Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University.
Baca juga: Steven Solikin, Laut Semakin Gelap dan Risiko Kompetisi Predator Meningkat
Selain faktor alam, aktivitas manusia seperti reklamasi pantai dan eksploitasi air tanah memperburuk banjir rob. Reklamasi yang tidak memperhitungkan kenaikan muka air laut justru berisiko menciptakan genangan baru di sekitarnya.
“Reklamasi tanpa kajian yang matang bisa menurunkan muka tanah. Jika ini tidak disertai dengan perencanaan adaptif, maka dapat menyebabkan bencana,” kata dia mengingatkan.
Banjir rob mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir, termasuk hutan mangrove, serta merugikan sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Infrastruktur jalan dan permukiman juga terendam, sementara akses air bersih terganggu, yang memicu masalah kesehatan.
Baca juga: Temuan Kementerian Kehutanan, Tiga Perusahaan Menambang di Kawasan Hutan Raja Ampat
“Jika terjadi terus-menerus, masyarakat kehilangan mata pencaharian, dan struktur sosial bisa berubah drastis,” imbuh dia.
Yonvitner menekankan pentingnya pendekatan berbasis alam dan teknologi untuk mengurangi risiko banjir rob, antara lain:
Pertama, memperkuat tanggul pantai dan memperluas penanaman mangrove untuk menahan gelombang.
Baca juga: Temuan KLH, Empat Perusahaan Tambang Merusak Lingkungan Lima Pulau di Raja Ampat
Kedua, mengendalikan pengambilan air tanah guna mencegah penurunan muka tanah lebih lanjut.
Ketiga, membangun permukiman adaptif, seperti rumah terapung, bagi masyarakat yang tetap tinggal di zona rawan.
Keempat, meningkatkan literasi masyarakat tentang langkah evakuasi dan pengelolaan lingkungan pesisir.
Baca juga: Temuan Kementerian ESDM, Lima Perusahaan Punya Izin Tambang di Raja Ampat
“Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan inovatif, seperti sistem peringatan dini dan desain infrastruktur tahan rob, untuk mengurangi dampaknya,” tegas dia.
Banjir rob merupakan ancaman serius bagi wilayah pesisir yang membutuhkan penanganan terpadu dari pemerintah dan masyarakat. Dengan kombinasi mitigasi berbasis alam dan adaptasi teknologi, diharapkan risiko bencana ini dapat dikurangi. [WLC02]
Sumber: BPMI Setpres, Kementerian PU, IPB University
Discussion about this post