Teknologi irigasi seperti AWD dan sistem pemupukan berbasis sensor serta direct-seeded rice (DSR) menjadi andalan IRRI dalam menurunkan emisi dan penggunaan air tanpa mengorbankan hasil panen.
“Inovasi seperti ini menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sistem pertanian sekaligus mendukung pencapaian target iklim global,” ujar Ando.
Baca juga: Gedung Backup Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Beroperasi 24 Jam Merespons Bencana
Di sisi lain, Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira Nugraha, memaparkan bahwa Indonesia mengalami surplus beras sebesar empat juta ton pada 2024. Namun biaya produksi beras Indonesia per hektare masih tinggi, di atas rata-rata regional Asia.
“Biaya produksi beras di Indonesia masih sangat tinggi, yakni sekitar Rp12,5 juta per hektare. Ini menghambat daya saing kita dibandingkan negara-negara Asia seperti Thailand atau Vietnam,” jelas Yudhistira.
Baca juga: Pro Kontra Isu Tambang Nikel, Kemenpar Sebut Raja Ampat Aman Dikunjungi
Dia menegaskan pentingnya pendekatan yang lebih adaptif terhadap iklim, efisien dalam sumber daya, dan ramah lingkungan demi menekan beban produksi. Mengingat, tantangan yang dihadapi saat ini mencakup tingginya konsumsi input, degradasi tanah, perubahan iklim, hingga rendahnya efisiensi pascapanen.
“Jadi produktivitas saja tidak cukup. Kita harus memahami lingkungan dan mendorong pengembangan padi secara efisien dan ramah lingkungan untuk mengejar pembangunan berkelanjutan,” kata dia. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post