Juga memperhatikan sejumlah temuan, meliputi hasil pengawasan PPLH ditemukan ada settling pond jebol yang menyebabkan sedimentasi tinggi/kekeruhan di Pantai, sehingga terindikasi ada pencemaran dan kerusakan lingkungan. Saat ini telah dipasang papan pengawasan (segel). Juga lokasi IUP yang berada di Pulau Waigeo ternyata sebagian berada di Cagar Alam Waigeo Timur (SK Menteri Kehutanan Nomor 3689/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014).
Untuk itu ada tiga langkah yang akan dilakukan KLH/BPLH. Pertama, memerintahkan Bupati Raja Ampat untuk melakukan peninjauan kembali persetujuan lingkungan PT ASP yang berada di Pulau Manuran karena termasuk kategori pulau kecil.
Baca juga: Tambang Nikel di Raja Ampat, Ini Respons Tiga Menteri Soal Perizinan
Kedua, memerintahkan Bupati Raja Ampat untuk melakukan peninjauan kembali persetujuan lingkungan PT ASP yang berada di pulau Waigeo karena merupakan Kawasan suaka alam (KSA) dan
Ketiga, atas indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akan dilakukan penegakan hukum pidana dan gugatan perdata.
PT KSM
Perusahaan ini berkegiatan di Pulau Kawe yang luasnya 4.561,39 Ha dimana masuk dalam kategori pulau kecil. IUP PT KSM seluas 5.922 Ha yang berada di daratan dan perairan Pulau Kawe. PT KSM seluruhnya berada di Kawasan hutan produksi.
Sejumlah aturan dan temuan juga menjadi perhatian, yakni UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, meliputi: Pasal 23 ayat 1, Pasal 23 ayat 2, Pasal 35 huruf k, Pasal 78B, juga memperhatikan hasil pengawasan PPLH ditemukan ada kegiatan pertambangan di luar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 Ha.
Baca juga: Area Tambang Gunung Kuda Labil, Operasi Pencarian Korban Longsor Dihentikan
Simpulannya, PT KSM melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Pengawasan menemukan kegiatan di luar izin kawasan. KLH/BPLH akan meninjau kembali persetujuan lingkungan PT KSM karena berkegiatan di pulau kecil dan akan dilakukan penegakan hukum pidana atas terjadinya perambahan kawasan hutan.
PT MRP
Perusahaan ini melakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Manyaifun (21 Ha) dan Pulau Batang Pele (2.031,25 Ha), kedua pulau tersebut masuk dalam kategori pulau kecil. IUP PT MRP seluas 2.193 Ha berada di daratan dan perairan. PT MRP berada di kawasan hutan produksi.
Sejumlah peraturan yang menjadi perhatian, yakni UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, meliputi Pasal 23 ayat 1, Pasal 23 ayat 2, Pasal 35 huruf k, Pasal 78B.
Baca juga: Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Walhi Ingatkan Alam Jawa Timur Sedang Sakit
Juga memperhatikan hasil pengawasan terhadap kegiatan eksplorasi PT MRP, bahwa ditemukan kegiatan eksplorasi di kawasan hutan sebanyak 10 titik mesin bor tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan tidak ada dokumen persetujuan lingkungan.
Simpulannya, PT MRP menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kegiatannya dihentikan dan langkah hukum akan ditempuh
“Langkah yang akan dilakukan adalah menghentikan kegiatan PT MRP,” tegas Hanif.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik Lagi, Varian MB 1.1 dari Indonesia Belum Masuk Daftar WHO
Susun RTRW berbasis KLHS
KLH/BPLH juga akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menempatkan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas. Penanganan ini berlandaskan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Raja Ampat adalah simbol kekayaan alam Indonesia dan dunia. Menjaganya adalah tanggung jawab bersama. KLH/BPLH memastikan bahwa seluruh izin dan aktivitas usaha harus selaras dengan perlindungan ekosistem serta hukum yang berlaku. [WLC02]
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup







Discussion about this post