Minggu, 26 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Tumpukan Sampah dan Krisis Tutupan Hutan Perparah Banjir di Bali

Dari total 49.500 hektare luas kawasan di DAS Ayung, hanya sekitar 1.500 hektare atau 3 persen yang masih berhutan.

Minggu, 14 September 2025
A A
Bersih-bersih sampah usai banjir di Bali, 13 September 2025. Foto Dok. KLH.

Bersih-bersih sampah usai banjir di Bali, 13 September 2025. Foto Dok. KLH.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Bencana banjir yang melanda Bali pada 10 September lalu menjadi cermin rapuhnya tata kelola lingkungan di Pulau Dewata. Meski curah hujan ekstrem tercatat hingga 245,75 milimeter hanya dalam satu hari, faktor yang memperparah dampak banjir justru berasal dari persoalan klasik: sampah yang tidak pernah ditangani tuntas.

Tumpukan sampah yang menutup aliran sungai menyebabkan debit air luar biasa besar gagal terserap, merendam kawasan padat penduduk, dan menelan 17 korban jiwa. Bahkan lima orang lainnya masih hilang. Kerugian sosial dan ekologis ini menegaskan sampah bukan lagi sekadar isu kebersihan, melainkan ancaman nyata bagi daya dukung lingkungan dan keselamatan manusia.

“Persoalan sampah harus ditangani di sumbernya. Tidak boleh lagi hanya dipindah, karena sudah memperparah bencana dengan korban jiwa,”tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq.

Baca juga: Musim Penghujan 2025-2026 Datang Lebih Cepat

Krisis ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Bali belum terintegrasi antara hulu dan hilir. Di satu sisi, kebiasaan membuang sampah sembarangan masih terjadi, sementara infrastruktur pengolahan belum mampu menampung volume sampah harian yang terus meningkat.

Situasi ini diperparah kurangnya pengawasan di daerah aliran sungai (DAS). Akibatnya, sampah plastik, organik, hingga material konstruksi menumpuk dan menjadi sumbatan fatal saat hujan ekstrem melanda.

Langkah strategis yang kini digagas mencakup penguatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pembangunan fasilitas pengolahan modern di tingkat kabupaten/kota, serta integrasi penegakan hukum terhadap pembuangan sampah ilegal. Pemerintah juga mendorong sinergi dengan sektor swasta dan komunitas untuk mengurangi timbulan sampah dari sumbernya, sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular.

Baca juga: Ada Bank Sampah di Jalur Pendakian Gunung Bawakaraeng

“Momentum ini harus dijadikan pengingat bersama bahwa sampah adalah ancaman nyata. Bila tidak ditangani serius, sampah akan terus menjadi bom waktu yang memperparah bencana di Bali,”tegas Hanif.

Dengan mengubah paradigma pengelolaan sampah dari sekadar pemindahan menjadi penyelesaian di sumber, pemerintah berharap Bali dapat memutus siklus buruk sampah sebagai pemicu bencana. Upaya ini sekaligus memperkuat posisi Bali sebagai daerah yang tidak hanya indah secara pariwisata, tetapi juga tangguh menghadapi krisis ekologis di masa depan.

Peringatan dari DAS Ayung

Pemerintah Provinsi Bali bersama BNPB dan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan komitmen memperkuat langkah pencegahan serta pengawasan ketat terhadap konversi lahan yang semakin mengancam fungsi daerah aliran sungai (DAS).

Baca juga: Komisi XIII DPR Soroti Dugaan Pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat Tapanuli Raya

“Dalam satu hari, 9 September lalu, turun 121 juta meter kubik air di DAS Ayung. Ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman perubahan iklim bagi Bali,”tegas Gubernur Bali, Wayan Koster.

Krisis tutupan hutan di DAS Ayung juga memperburuk kondisi. Dari total 49.500 hektare luas kawasan, hanya sekitar 1.500 hektare atau 3 persen yang masih berhutan. Padahal secara ekologis minimal dibutuhkan 30 persen agar ekosistem tetap berfungsi optimal.

Wayan Koster menekankan pentingnya investigasi dari hulu hingga hilir untuk mencegah banjir berulang. Pertemuan tersebut dinilai penting untuk pencegahan yang harus dilakukan ke depan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Baca juga: Hujan Lebat dan Angin Kencang Mengintai 12-18 September 2025

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: banjir BaliDAS SayungKLH/BPLHtumpukan sampahtutupan hutan

Editor

Next Post
Hutan adat Leuweung Gede di Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Foto Dok. Kemenhut.

Belajar Konsisten Menjaga Hutan dari Masyarakat Adat

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media