Kedua, pendekatan spesifik spesies yang lebih simpel dan murah. Pendekatan ini digunakan untuk mendeteksi satu jenis tertentu dengan kuantitas kehadiran target menggunakan metode PCR. Misal, ingin mendeteksi sidat jenis Anguilla bicolor dalam suatu area, tergantung dari jenis targetnya. Pengujian spesifik spesies dapat dilakukan secara in silico, in vitro, dan in situ/aquarium.
“Riset eDNA spesies spesifik untuk deteksi A. bicolor telah kami lakukan sebagai upaya konservasi di perairan Segara Anakan. Namun penelitian lebih lanjut untuk validasi spesifisitas dari sampel lapangan masih perlu dilakukan. Harapannya, nanti dapat diaplikasikan untuk deteksi, perlindungan, dan pelestarian jenis sidat yang beresiko terancam punah juga untuk monitoring dampak antropogeniknya,” papar Asti.
Selain membahas eDNA, webinar yang berdurasi 150 menit ini juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Kenzo Kaifu, Ph.D dari Chuo University Jepang. Doktor bidang Konservasi Ekologi dari Chuo University Jepang, Kenzo Kaifu memaparkan paparan bertajuk “Previous atau Current Studies for Conservation & Sustainable Use of Anguillid Eels”.
Baca Juga: Gambut di Riau, Kalimantan Tengah dan Sumatra Selatan Jadi Prioritas Restorasi
Kenzo menjelaskan perlu pengelolaan perikanan sidat karena ada tekanan dan penurunan populasi yang sudah terjadi di beberapa negara yang memiliki sumberdaya sidat, seperti Jepang dan negara negara di Eropa.
Pengelolaan sumberdaya sidat yang baik sangat diperlukan, mengingat saat ini permintaan glass eel untuk kegiatan budidaya sidat semakin meningkat, termasuk di wilayah Asia. Beberapa peneliti Indonesia sudah mulai melakukan pendataan sumberdaya sidat dengan melibatkan para pelaku usaha perikanan sidat. Model pendataan sangat menarik dan penting sebagai bentuk pengembangan pendataan sumberdaya sidat yang dapat dilakukan. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post