Wanaloka.com – Saat momen Rakornas Penanggulangan Bencana pada 2020, Presiden Joko Widodo memperkenalkan vetiver sebagai tanaman untuk mencegah banjir dan longsor. Ia juga menginstruksikan untuk ditanam di berbagai daerah. Pada 6 Januari 2020, Kepala BNPB Letjen Doni Monardo masa itu meresponsnya dengan melakukan koordinasi dan langkah langkah demi merespon tugas mulia tersebut. Lantas, apa “vetiver” itu?
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agung B. Supangat menjelaskan, Vetiver System atau VS adalah sebuah teknologi sederhana, berbiaya murah yang memanfaatkan rumput vetiver hidup untuk Konservasi Tanah dan Air (KTA), serta perlindungan lingkungan, dengan prinsip soil bio-engineering, dan berkonsep teknologi hijau atau Green Technology.
Soil Bio-engineering adalah pemanfaatan bahan yang berasal dari tanaman, baik hidup ataupun mati untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan. Sebut saja, tanah longsor dan erosi. Penanaman vetiver efektif untuk penanggulangan erosi pada permukaan dan longsor dangkal di tebing berupa jalan atau sungai, serta stabilitasi lereng.
Baca Juga: Aktivitas Tambang Galian C untuk Material IKN Meninggalkan Banjir di Palu-Donggala
“Manfaat vetiver pada produksi akar atau ekonomi sebagai penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar wangi. Pada bidang ekologi sebagai tanaman KTA, untuk memperbaiki lingkungan dengan menggunakan tanaman lahan dan air,” papar Agung saat Pendampingan Teknis BRIDA Sumatera Barat dalam kegiatan kajian Mitigasi Bencanadengan Penerapan Vegetasi Penahan Longsor, di Istana Gubernur Sumatera Barat pada 26 Juni 2024.
Manfaat lainnya, untuk rehabilitasi lahan bekas pertambangan, pencegah erosi lereng, penahan abrasi pantai dan stabilisasi tebing melalui teknologi VS. Teknologi ini adalah sebuah teknologi yang sudah dikembangkan selama lebih dari 200 tahun di India dan Thailand. Daunnya bermanfaat untuk menyerap karbon, pakan ternak, mengusir hama, bahan atap rumah, dan bahan dasar kertas.
“Vetiver juga untuk meningkatan produksi tanaman di lahan olah, dan sebagainya,” imbuh dia.
Baca Juga: Destana Karangwuni Merawat Siaga dari Sesar Megathrust di Pesisir Selatan
Agung menggarisbawahi, yang penting dari vetiver sebagai tanaman pengendali tanah longsor hanya efektif untuk longsor dangkal dengan kedalaman 1,5 sampai 3 meter.
Sementara vegetasi atau tanaman untuk daerah rawan longsor memiliki persyaratan yang terdiri dari perakaran dalam/capai batuan, perakaran rapat dan mengikat agregat tanah dengan serabut dan dalam. Bobot biomassa ringan dan tajuk memiliki kapasitas intersepsi sedang-tinggi, serta tanamannya sebisa mungkin yang memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat.
“Berdasarkan analisis dan kajian, kami menyimpulkan untuk menambah resiliensi daerah rawan longsor Sumatera Barat perlu penerapan soil bio-engineering dengan penanaman vetiver. Cara penguatan tanahnya melalui sistem yang mudah, sederhana, dan berkelanjutan di daerah-daerah rawan longsor serta lahan miring,” papar dia.
Baca Juga: Dwikorita Karnawati, Suhu Panas di Kota Besar 30 Tahun Terakhir adalah Efek UHI
Discussion about this post