Wanaloka.com – Rezim ini memperkuat militerisasi di kawasan hutan. Terbukti, usai Presiden menerbitkan Perpres penertiban kawasan hutan, menyusul kemudian Menteri Kehutanan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga hutan dan melakukan rehabilitasi hutan.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai, MoU ini sekaligus mereduksi tanggungjawab dan kewenangan Kementerian Kehutanan dalam melindungi dan memulihkan hutan. Dominasi peran dan tanggung jawab TNI membuat Kementerian Kehutanan tidak lagi relevan.
Selain itu, MoU ini menunjukkan ketidakmampuan negara melalui Kemenhut untuk menjaga dan memulihkan hutan Indonesia. Sementara, TNI tidak memiliki pengalaman dalam melindungi dan memulihkan hutan.
Baca juga: Purnama Hidayat, Tak Semua Serangga Layak Konsumsi Mudah Didapat di Daerah
“Justru selama ini rakyat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan lah yang melindungi hutan-hutan Indonesia,” kata Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian.
Data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan, 70 persen dari tutupan hutan di wilayah adat masih terjaga dan dalam kondisi baik. Sementara, data Walhi di Jawa Barat, Bengkulu dan Sulawesi Selatan menunjukkan ketika masyarakat diberi akses terhadap kawasan hutan, justru mereka berhasil memulihkan tutupan kawasan hutan yang terdeforestasi sebelumnya.
Menurut Uli, Menteri Kehutanan seharusnya memaksimalkan peran masyarakat yang selama ini telah melakukan kerja-kerja perlindungan dan pemulihan hutan. Peran itu hanya bisa dimaksimalkan secara penuh apabila pemerintah mau mengakui hak rakyat atas hutannya. Juga mengedepankan pengetahuan serta pengalaman masyarakat adat dan komunitas lokal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang selama ini melakukan perlindungan dan pemulihan.
Baca juga: Berbahaya, Ikan Piranha hingga Aligator Dimusnahkan di Jakarta Timur
“Jadi, Kementerian Kehutanan harusnya belajar ke rakyat untuk jaga hutan, bukan ke TNI. Kalau terus menarik-narik TNI ke urusan hutan, Kementerian Kehutanan dibubarkan saja,” tegas dia.
Selain itu, Penandatanganan MoU antara TNI dan Kemenhut tersebut bertentangan dengan Peran dan Fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan serta bertentangan dengan Tugas Pokok TNI.
Lebih lanjut, Penandatanganan MoU tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) karena membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Baca juga: Perdagangan Satwa Liar Marak Sebab Masih Ada Pasarnya
Penandatanganan MoU ini tidak juga bisa menjadi dalih perbantuan. Sebab perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait, yakni Kemenhut. Sementara dalam konteks ini, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan Kemenhut dalam menjaga hutan.
“Seharusnya Kemenhut memaksimalkan peran Polisi Hutan. Juga banyak penelitian yang menyebutkan masyarakat adat dan lokal di sekitar dan/atau dalam kawasan hutan juga lebih memiliki peranan penting dan memiliki konsep menjaga hutan,” kata Manager Hukum dan Pembelaan Walhi Nasional, Teo Reffelsen.
Walhi juga mencemaskan, mengingat masih banyak konflik tenurial dengan masyarakat di kawasan hutan di Indonesia. Adanya MoU Jaga Hutan ini tidak menutup kemungkinan TNI terlibat di dalamnya, sehingga kekhawatiran apabila TNI berhadapan dengan masyarakat dan mengakibatkan pelanggaran HAM menjadi valid.
Discussion about this post