Pasal-pasal tersebut menjelaskan bahwa PP dikeluarkan untuk melayani kepentingan pengembangan proyek reklamasi di seluruh Indonesia untuk pembangunan kawasan-kawasan bisnis baru. Hingga tahun 2040, pemerintah merencanakan proyek reklamasi seluas 3,5–4 juta hektare.
Berdasarkan hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2021, dibutuhkan sebanyak 1.870.831.201 meter kubik untuk proyek reklamasi di sembilan wilayah. Antara lain reklamasi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur dan reklamasi di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Baca Juga: Karhutla di Kota Palangkaraya Seluas Delapan Hektar Berhasil Dipadamkan
Untungkan Negara Lain
Terkait ekspor pasir laut, negara yang akan diuntungkan adalah Singapura. Sebab Singapura diduga akan menggunakan pasir laut itu untuk memperluas wilayah daratannya. Sejak kemerdekaannya pada 1965, Singapura telah memperluas daratannya lebih dari 20 persen pada 2017.
Berdasarkan catatan Reuters, data badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019 menyebut Singapura telah mengimpor 517 juta ton pasir dari negara-negara tetangga, yakni Indonesia dan Malaysia. Volume tersebut merupakan akumulasi impor pasir laut selama dua dekade. Dalam konteks ekspor pasir laut ke Singapura, Indonesia merupakan pemasok utama pasir laut untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun, antara tahun 1997 hingga 2002.
Saat ini, Pemerintah Singapura tengah merencanakan dan merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas. Pekerjaan reklamasi diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an.
Baca Juga: Kepala BMKG Dicalonkan Sebagai Presiden WMO, Siapkan Tiga Misi Utama
Tak hanya hanya Singapura, China juga akan diuntungkan ekspor pasir dari Indonesia. Sebab Cina sedang membangun pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan yang diduga untuk kepentingan militernya. Berdasarkan sejumlah laporan internasional, China tengah berencana membuat kapal pengeruk pasir super besar. Kapal ini bisa mengeruk pasir dari dasar laut untuk dipindahkan dan dibuat pulau. Kapal itu dapat menyedot pasir dan batu, kemudian memompanya ke lokasi lain melalui pipa panjang.
Desak Moratorium Permanen
Atas kondisi tersebut, Walhi Nasional dan 28 Walhi Daerah se-Indonesia mendesak Presiden Jokowi sebagai berikut:
Pertama, segera mencabut PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut karena akan mempercepat, memperluas dan melanggengkan kerusakan di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. PP tersebut akan memperburuk kehidupan masyarakat pesisir yang tinggal di hampir 13 ribu desa pesisir di Indonesia.
Baca Juga: Deforestasi IKN 30 Persen, Butuh Waktu 99 Tahun Menghutankan Kembali
Kedua, melakukan moratorium permanen terhadap seluruh proyek reklamasi pantai di Indonesia serta seluruh proyek tambang pasir laut yang menjadi bagian dari proyek reklamasi pantai yang merusak ekosistem laut Indonesia.
Ketiga, mengevaluasi dan menghentikan beban industri besar di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang memperparah kerusakan, di antara pertambangan timah dan nikel yang kini terus dikembangkan pemerintah.
Keempat, menyusun segera skema penyelamatan desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil yang tengah dan akan tenggelam.
Kelima, segera menetapkan darurat iklim dan segera menyusun undang-undang keadilan iklim untuk melindungi masyarakat pesisir dari ancaman dampak buruk krisis iklim. [WLC02]
Sumber: Walhi Nasional
Discussion about this post