Selain itu, potensi dampak lingkungannya yang menjadi kekhawatiran FPG mengingat lokasinya yang dekat dengan pantai.
Baca juga: Dini Hari, Tiga Warga Tewas Tertimbun Longsor di Kota Batam
“Tata kelola sampahnya itu harus jelas. Tidak boleh sembarangan dan mencemari lingkungan orang tinggal. Air lindinya itu, wong tanah biasa aja ngalir, apalagi hujan. Ini sudah berbulan-bulan hujan. Pasti ngalir, mana pasir lagi. Terus ini garis dari sepanjang pantainya cuman 100 meter dari pantai. Artinya apa, kalau seandainya terjadi abrasi atau apa, tsunami atau apa masuk ke situ, bubar. Sampahnya udah berhari-hari,” terang Haryanto.
Lubang sampah tersebut berada di wilayah berpasir, sehingga berpotensi rawan mengingat karakteristik tanah pasir di pantai mempunyai permeabilitas tinggi dan rentan terhadap erosi. Artinya, tanah berpasir di pesisir pantai mempunyai tingkat kerentanan tinggi terhadap erosi. Sampah-sampah yang dibiarkan sangat dekat dengan pantai, berpotensi terbawa angin dan air laut.
Kemudian karakteristik permeabilitas yang tinggi membuat tanah berpasir mudah menyerap air. Sementara lubang bekas sampah eksisting yang tidak diolah dapat menghasilkan lindi. Air lindi tersebut sangat mudah meresap pada tanah berpasir yang dapat memengaruhi kualitas air di sekitar Pantai Pandansari.
Baca juga: Kata Pakar Soal HMPV: Ada yang Mirip Virus Corona, Ada yang Mirip Virus Campak
Berdasarkan hasil temuan dan obrolan dengan FPG yang menolak pembuangan sampah di Pantai Pandansari, Walhi Yogyakarta dan FPG menyampaikan tuntutan:
Pertama, Hentikan pembangunan TPSS di Pantai Pandansari dan seluruh wilayah di Bantul.
Kedua, Pemerintah daerah segera memindahkan sampah-sampah eksisting di wilayah-wilayah yang bukan peruntukannya, termasuk Pantai Pandansari.
Ketiga, Pemerintah provinsi melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap program TPSS yang dilakukan DLH Bantul. [WLC02]
Discussion about this post