Minggu, 13 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

YLBHI Tolak UU Minerba Baru, Memuluskan Perampasan Tanah Rakyat hingga Kooptasi Kampus

Rabu, 19 Februari 2025
A A
Lokasi penambangan batubara ilegal di Bukit Soeharto digerebak tim Ditjen Gakkum KLHK. Fotogakkum.menlhk.go.id.

Lokasi penambangan batubara ilegal di Bukit Soeharto digerebak tim Ditjen Gakkum KLHK. Fotogakkum.menlhk.go.id.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak keras pengesahan revisi UU Minerba yang dinilai akan memuluskan agenda perampasan tanah rakyat, pengrusakan lingkungan, dan kooptasi institusi perguruan tinggi. Menyikapi revisi ini, YLBHI menyampaikan beberapa catatan masalah di balik pengesahan UU Minerba tersebut sebagai berikut:

Pertama, Pembahasannya ugal-ugalan.

Pengesahan revisi UU Minerba dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa partisipasi publik yang memadai. Proses pembahasannya tidak transparan dan minim kajian mendalam terkait dampak sosial, lingkungan, dan akademik. Kondisi ini mencerminkan watak pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan bisnis daripada kepentingan rakyat.

Kedua, Penundukkan kampus dan pengekangan kebebasan akademik (Pasal 75A)

Baca juga: Catatan Rumphius, Gempa Bumi Pernah Meruntuhkan Bukit dan Membelah Tanah di Ambon

Revisi UU Minerba memperlihatkan bagaimana kampus diarahkan untuk menjadi klien dalam mekanisme penerima manfaat dari perusahaan tambang. Adanya celah hukum yang memungkinkan kampus terlibat dalam bisnis pertambangan, dunia pendidikan semakin dikomersialisasi.

Kampus bukan lagi tempat mencari ilmu demi kepentingan rakyat untuk secara aktif menjawab masalah-masalah sosial, melainkan menjadi mesin produksi tenaga kerja yang melayani kepentingan pasar, khususnya industri tambang. Dunia pendidikan akan didorong untuk semakin berkontribusi pada optimalisasi profit bisnis tambang.

Ini memperparah kecenderungan pendidikan tinggi yang sudah lama terjebak dalam logika bisnis dan komersial. Penundukan kampus bukan hanya membungkam sikap kritis akademisi, tetapi juga membuat kampus semakin tunduk pada mekanisme pasar. Akibatnya, biaya pendidikan menjadi semakin tidak menentu, bergantung pada fluktuasi produksi dan penjualan hasil tambang. Ini memperburuk aksesibilitas pendidikan tinggi bagi masyarakat yang kurang mampu.

Baca juga: Ini Perubahan Pasal-pasal dalam UU Minerba yang Disahkan DPR

Ketiga, Meningkatkan risiko kekerasan dan pelanggaran HAM, serta konflik horizontal (Pasal 75)

Industri pertambangan selama ini telah mengakibatkan pelanggaran HAM, mulai dari perampasan lahan masyarakat, kriminalisasi aktivis lingkungan, hingga konflik sosial. Dengan keterlibatan kampus dalam bisnis tambang, mahasiswa dan akademisi yang menentang kebijakan ini berisiko menjadi sasaran represi.

Kekerasan terhadap masyarakat terdampak tambang juga akan semakin meningkat seiring dengan perluasan eksploitasi sumber daya alam. Revisi UU Minerba ini tetap mempertahankan ormas keagamaan sebagai subjek yang bisa mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Baca juga: Target NZE 2060, MPR Akui Penggunaan Energi Fosil Masih Dominan di Indonesia

Situasi di lapangan, konflik yang muncul dalam gerakan penolak tambang sering terjadi antara negara-perusahaan vs warga. Pemberian IUPK akan memperluas subjek yang dapat berkonflik dengan warga, yaitu anggota-anggota ormas keagamaan.

Keempat, Revisi mempertahankan kriminalisasi.

Revisi UU Minerba seharusnya mengubah pasal-pasal bermasalah dalam UU sebelumnya. Kenyataannya, UU Minerba yang baru disahkan masih mempertahankan ketentuan kriminalisasi terhadap masyarakat yang mempertahankan ruang hidupnya serta sistem perizinan yang ditarik ke pusat, sehingga justru menjauhkan akses layanan publik dari masyarakat terdampak. Kondisi ini semakin mempersempit ruang gerak masyarakat dalam mengawasi eksploitasi sumber daya alam yang merugikan mereka.

Baca juga: Walhi: MoU Kemenhut dengan TNI-Polri Berpotensi Memperburuk Penyelesaian Konflik Kawasan Hutan

Kelima, Memudahkan perampasan tanah (Pasal 17A)

Di dalam revisi ini, DPR memasukkan pasal baru mengenai pertimbangan tata ruang. Pasal 17A menyebutkan: Dalam hal belum terdapat penetapan tata ruang dan/atau kawasan, penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan WIUP batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menjadi dasar bagi penetapan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan usaha pertambangan.

Pasal ini akan mengacak-acak prinsip penataan ruang harus sesuai dengan kepentingan umum. Akibatnya, penataan ruang suatu wilayah/daerah dapat disesuaikan dengan titik-titik tambang, tidak peduli apakah titik itu berada di area pemukiman atau lahan warga. Ke depan, perampasan tanah petani dan masyarakat pedesaan dapat dengan mudah dilakukan atas dasar “area ini tidak cocok untuk pemukiman atau kegiatan bertani karena terdapat kandungan batubara di bawahnya”.

Baca juga: Purnama Hidayat, Tak Semua Serangga Layak Konsumsi Mudah Didapat di Daerah

Klaim manfaat bagi kampus

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: DPRIUPKmasyarakat adatperguruan tinggirevisi UU MinerbaWIUPKYLBHI

Editor

Next Post
Mahasiswa Fahutan IPB University melakukan praktik lapangan di HPGW, Mei 2024. Foto gunungwalat.ipb/instagram.

Luas Tutupan Hutan Pendidikan Gunung Walat Mencapai 95 Persen

Discussion about this post

TERKINI

  • WHO Goodwill Ambassador for Leprosy Elimination, Yohei Sasakawa dan Menkes Budi Gunadi Sadikin berkunjung ke Sampang, Madura dalam program eliminasi kusta, 8 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Kusta Bukan Penyakit Kutukan, Kusta Bisa Disembuhkan
    In Rehat
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Destinasi wisata di Danau Toba, Sumatra Utara. Foto Dok. Kemenpar.Konferensi Internasional Jadi Upaya Geopark Kaldera Toba Raih Kembali Green Card UNESCO
    In Traveling
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dietriech G Bengen. Foto Dok. Alumni IPB.Dietriech Geoffrey, Merkuri Masuk ke Perairan Lewat Limbah Industri hingga Keramba Jaring Apung
    In Sosok
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Suasana konferensi pers soal gugatan SLAPP terhadap dua Guru Besar IPB University oleh PT KLM di YLBHI, 8 Juli 2025. Foto YLBHI.Bambang Hero dan Basuki Wasis Tak Gentar Hadapi Gugatan SLAPP Perusak Lingkungan di Pengadilan Cibinong
    In News
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Pertemuan International Leprosy Congress (ILC) di Nusa Dua, Bali pada 7 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Menteri Kesehatan Janjikan Nol Kusta, Nol Disabilitas, Nol Stigma
    In News
    Selasa, 8 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media