Wanaloka.com – Kabinet Prabowo-Gibran resmi menyelesaikan 100 hari pemerintahannya pada 21 Januari 2025. Seratus hari pertama bukan sekadar angka, melainkan penanda awal untuk menakar sejauh mana arah pemerintahan sudah dan akan berjalan.
CELIOS melakukan studi evaluasi kinerja kabinet Prabowo – Gibran. Hasilnya, Prabowo Subianto memperoleh rapor 5 dari 10, sementara Gibran Rakabuming Raka mendapat rapor sangat rendah, yakni 3 dari 10. Sebagian besar responden menilai pencapaian program kerja dan kualitas komunikasi yang tidak memuaskan.
Tak hanya itu, studi CELIOS juga mengungkapkan beberapa menteri memperoleh penilaian buruk. Penilaian ini menunjukkan perlunya penataan ulang dan potensi reshuffle di beberapa posisi kementerian untuk memperbaiki arah kebijakan pemerintahan.
Baca juga: 100 Hari Rezim Prabowo, YLBHI Catat Ada Mobilisasi Militer dalam Pelaksanaan PSN
Ada Natalius Pigai (Menteri HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan) dan Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal) yang tercatat mendapat angka terendah dalam hal kinerja.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan Menteri Kehutanan mengalami blunder ketika mendorong 20 juta hektar hutan untuk cadangan pangan dan energi. Antara masalah energi, pangan dan lingkungan hidup dinilai ada kegagalan membaca situasi.
Swasembada energi seharusnya tidak bertolak belakang dengan konservasi hutan. Kalau hutan makin hilang, misalnya demi co-firing PLTU (campuran cacahan kayu), Indonesia bakal dikecam dunia internasional dan menurunkan dukungan pembiayaan global untuk konservasi hutan sekaligus transisi energi.
Baca juga: Longsor dan Banjir Bandang di Pekalongan Menelan 17 Korban Jiwa
Dari sektor energi dan lingkungan hidup, Menteri ESDM belum tegas merilis PLTU mana saja yang akan dimatikan pada 2025, padahal Prabowo sudah berucap komitmen pemensiunan PLTU di forum G20 Brasil.
“Jelas instruksi Prabowo tidak berhasil diturunkan menjadi program implementatif yang berkualitas” sahut Bhima dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com, Selasa, 21 Januari 2025.
Ia juga menyayangkan pembantu Presiden yang tidak memiliki persiapan matang dalam menghadapi era Trump yang ke-2. Risiko Trump yang belum diantisipasi adalah terkait pencabutan mandat pengembangan EV (kendaraan listrik) yang memengaruhi harga nikel, tembaga dan bauksit di pasar internasional.
Baca juga: LBH Padang dan Trend Asia Berharap Hakim Cabut Izin PLTU Ombilin
“Sejauh ini, Menteri ESDM belum melakukan pembatasan produksi nikel dan penghentian pembangunan smelter nikel yang sudah kelebihan pasokan. Kenapa tidak diambil regulasi yang tegas soal pembatasan produksi nikel untuk lindungi harga di pasar internasional?” tanya Bhima.
Padahal tantangan proteksionisme Trump harus direspon melalui langkah menarik relokasi pabrik dari AS maupun China.
“Tapi mengurus Apple saja sampai sekarang belum berhasil menjadi realisasi investasi. Koordinasi antar kementerian dalam 100 hari pertama buruk ya,” imbuh Bhima.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN Temukan 263 SHGB dan 20 SHM di Kawasan Pagar Laut Tangerang
Rapor merah Prabowo
Kemudian indikator ekonomi menunjukkan, seperti tren meningkatnya imbal hasil surat utang pemerintah dengan performa yang memburuk dibanding negara lain di kawasan; performa IHSG yang turun 5,82 persen dalam 3 bulan terakhir; PHK di sektor padat karya, dan pelemahan daya beli. yang berlanjut.
Discussion about this post