Senin, 27 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Akhmad Arifin, Solusi Permukiman di Daerah Banjir Ekstrem Harus Kembali Menjadi Hutan

Dalam menentukan zona permukiman, aspek topografi, jenis tanah, hidrologi, hingga jejaring infrastruktur harus diperhatikan secara menyeluruh.

Senin, 11 Agustus 2025
A A
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap IPB University, Akhmad Arifin Hadi. Dok. IPB University.

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap IPB University, Akhmad Arifin Hadi. Dok. IPB University.

Share on FacebookShare on Twitter

“Kalau suatu wilayah memang tidak memiliki daya dukung untuk dijadikan permukiman, ya jangan dijadikan zona permukiman. Jangan hanya karena sudah ada sertifikat tanah, langsung dibangun rumah tanpa memperhatikan aspek lanskapnya,” ujar dia.

Baca juga: Biandro Wisnuyana, Kecerdasan Buatan Jadi Pisau Bermata Dua Bagi Masyarakat Adat

Ia mengingatkan, lanskap adalah sistem hidup yang saling terhubung. Masyarakat harus menyadari bahwa membangun rumah berarti juga berinteraksi dengan air, matahari, angin, dan karakter fisik tanah sekitarnya.

Menanggapi kondisi permukiman yang sudah telanjur dibangun di lokasi tidak layak, Akhmad menjelaskan ada dua pendekatan. Jika masalahnya mayor, seperti topografi ekstrem atau berada di jalur air, maka lokasi itu sebaiknya dikembalikan sebagai kawasan lindung.

“Misalnya daerah banjir yang memang jadi tempat berkumpul air, ya solusinya harus dikembalikan jadi hutan. Kalau tidak, biaya modifikasi dan manajemen lanskapnya akan sangat mahal,” terang dia.

Baca juga: Kementerian Kehutanan Targetkan Penetapan 100 Ribu Ha Hutan Adat 2025

Namun, jika masalahnya minor, maka solusi masih bisa dilakukan melalui rekayasa lanskap seperti penambahan tanah atau pengaturan drainase skala kecil.

Pemerintah penting menyusun tata ruang berdasarkan data yang valid dan terbuka untuk publik. Masyarakat juga diimbau tidak melanggar ketentuan tata ruang yang sudah ditetapkan.

“Undang-undang tata ruang sudah mengatur sanksi bagi pelanggar. Maka mari sama-sama patuh, demi kenyamanan dan keberlanjutan lingkungan hidup,” kata dia. [WLC02]

Sumber: IPB University

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: Akhmad Arifin Hadidaerah rawan bencanaDepartemen Arsitektur Lanskap IPB Universitytidak layak huni

Editor

Next Post
Potensi hujan ekstrem awal Agustus 2025. Foto Dok. BMKG.

Curah Hujan Meningkat, Waspada Potensi Bencana Hidrometeorologi Awal Agustus 2025

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media