“Satu kapal tongkang lewat, bisa bikin rusak satu ekosistem karang. Apa kita sudah siap kehilangan spot diving terbaik dunia karena lalu lintas logistik nikel?” tanya Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan pariwisata dan investasi itu dalam keterangan resminya, Rabu, 11 Juni 2025.
Evita juga menegaskan bahwa konsep nilai tambah tidak melulu harus lewat pengolahan mineral. Pariwisata juga merupakan bentuk hilirisasi dari alam menjadi pengalaman, dan dari budaya menjadi devisa.
Baca juga: Seruan Mengawal Revisi UU Kehutanan, Akhiri Anggapan Hutan Komoditas Milik Negara
“Bedanya, pariwisata tidak merusak. Nikel bisa habis, tapi panorama Raja Ampat bisa memberi makan rakyatnya sampai generasi turun menurun jika dikelola dengan bijak,” ujar Evita.
Ia mencontohkan Swedia yang membatasi aktivitas tambang di negaranya, terutama di daerah konservasi seperti di kawasan Laponia yang termasuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Padahal di sekitar Laponia memiliki potensi bijih besi namun Swedia melarang pembukaan tambang karena wilayah tersebut.
Sebab di Laponia terdapat kawasan konservasi seperti Taman Nasional Abisko dan wilayah tradisional penduduk asli Sami. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang bergantung pada kegiatan seperti perternakan rusa, perikanan, dan kerajinan tangan. Evita menyebut seharusnya Indonesia juga mempertimbangkan hal yang sama.
Baca juga: Jatam Ungkap Deforestasi Pulau Gag Akibat Tambang Nikel Capai 262 Hektare
“Jangan korbankan wilayah konservasi kita yang punya banyak nilai. Di sana bukan hanya punya kekayaan alam, tapi kita punya masyarakat adat yang harus dilindungi juga,” sebut legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Evita meminta komitmen Pemerintah dalam menegakkan prinsip pembangunan berkelanjutan di Raja Ampat yang memiliki nilai keanekaragaman hayati besar. Menurut dia, pencabutan izin ini tidak boleh berhenti pada aspek administratif semata.
“Kami mendorong pemerintah segera menindaklanjuti dengan audit dan pemulihan terhadap dampak kerusakan lingkungan yang telah terjadi, serta memastikan reklamasi dan restorasi ekosistem berjalan sesuai standar,” jelas Evita.
Baca juga: Presiden Hanya Cabut Izin Tambang Empat Perusahaan di Raja Ampat
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya tanggung jawab korporasi dalam memastikan memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan.
“Termasuk pengalokasian dana reklamasi dan kompensasi bagi masyarakat terdampak. Dan memastikan pengakuan serta perlindungan terhadap wilayah adat serta pelibatan aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya secara lestari,” urai dia.
Evita juga meminta Pemerintah pusat mengawasi kebijakan tata ruang dan investasi di daerah, khususnya di wilayah-wilayah konservasi. Hal ini guna mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Jangan sampai lalai lagi dengan diterbitkannya izin tambang di kawasan geopark dan pariwisata strategis,” ucap dia.
Baca juga: Legislator Dapil Papua Desak Tertibkan Izin Tambang dan Hormati Masyarakat Adat Papua
Ia memastikan Komisi VII DPR akan terus mengawal proses ini melalui fungsi pengawasan dewan. Sekaligus memastikan masalah Raja Ampat diselesaikan secara serius dan bertanggung jawab, karena Raja Ampat adalah mahakarya alam dunia yang menjadi kebanggaan Indonesia.
“Pendekatan terhadap Papua, khususnya Raja Ampat, tidak boleh mengutamakan eksploitasi sumber daya, tetapi harus mengutamakan pelestarian dan kesejahteraan masyarakat lokal,” kataEvita. [WLC02]
Sumber: DPR
Discussion about this post