Regulasi belum optimal
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pengarusutamaan Gender sebenarnya telah mengamanatkan bahwa seluruh kebijakan dan program pemerintah harus memperhatikan potensi, masalah, kebutuhan, dan aspirasi baik laki-laki maupun perempuan dalam setiap tahapannya.
Tujuan akhirnya adalah mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Namun implementasinya di berbagai sektor belum optimal.
Ia juga membandingkan program penyuluhan pertanian yang didanai lembaga internasional, pemerintah pusat, dan program rutin. Hasilnya, program yang didanai dari luar negeri cenderung lebih memperhatikan keterlibatan perempuan melalui unsur afirmasi.
Baca juga: Gamahumat akan Diuji Coba untuk Memperbaiki Kesuburan Tanah di Lahan Bekas Tambang
Sementara program nasional belum secara eksplisit mencantumkan hal tersebut. Lebih lagi, banyak program rutin tidak mempertimbangkan kondisi perempuan, misalnya dalam penjadwalan kegiatan penyuluhan.
Inovasi responsif gender
Anna menyoroti aspek inovasi dan teknologi bagi perempuan tani. Ia menuturkan, teknologi pertanian yang dihasilkan perlu mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan perempuan.
Contohnya, alat penyemprot hama penyakit tanaman sawit terlalu berat sehingga tidak sesuai untuk pekerja perempuan yang dominan bekerja di perkebunan.
Baca juga: Akademisi dan LBH se-Jawa Ajukan Permohonan Informasi Publik Soal Pengelolaan PLTU ke KLH
“Inovasi yang responsif gender, baik dari segi ergonomi maupun kemudahan penggunaan bagi laki-laki dan perempuan, menjadi sangat penting,” ucap dia.
Untuk meningkatkan responsivitas gender dalam kebijakan dan program pembangunan, terutama di sektor pertanian, Anna menyarankan beberapa langkah kunci.
Pertama, komitmen kuat dari para pemimpin di semua tingkatan pemerintahan dan perguruan tinggi untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam program pembangunan. Kedua, pengumpulan dan analisis data terpilah gender yang akurat untuk mengidentifikasi perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan.
Baca juga: Bencana Karhutla 244 Hari, Apel Kesiapsiagaan Karhutla 2025 Digelar
Ketiga, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (aparatur pemerintah dan pihak terkait) dalam pemahaman konsep kesetaraan dan keadilan gender, termasuk keseimbangan representasi gender dalam tim penyuluh.
Keempat, penyediaan sarana dan prasarana yang responsif gender, yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua. Kelima, implementasi Anggaran Responsif Gender (ARG) yang memastikan alokasi dana mempertimbangkan kebutuhan dan prioritas laki-laki maupun perempuan. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post