Wanaloka.com – Keanekaragaman satwa liar dari Sabang hingga Merauke tak hanya terancam punah akibat perubahan iklim. Namun juga terancam konflik dengan manusia. Populasi satwa liar pun kian berkurang. Kondisi yang mengkhawatirkan tersebut harus segera ditangani, baik dengan regulasi maupun aksi nyata. Salah satunya dengan melakukan konservasi (perlindungan) dan restorasi (pemulihan) habitat-habitat satwa liar.
“Perlu bergerak dengan suasana yang dianggap kritis. Bukan pola yang seperti saat ini,” kata Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Hadi Alikodra dalam Webinar Nasional “Restorasi Ekosistem untuk Pelestarian Satwa Liar” pada 4 Agustus 2022.
Sejauh ini, manajemen satwa liar yang sudah dilakukan, seperti penerapan teknologi breeding untuk berbagai satwa terancam punah seperti badak, orang utan dan bekantan, dinilai Hadi sudah mumpuni.
Baca Juga: 10 Satwa Liar Dipulangkan dari Jateng ke Papua Barat Naik Garuda
Sementara untuk ancaman perubahan iklim harus disikapi dengan penerapan teknologi yang tepat dan mutakhir agar konservasi dan restorasi sesuai sasaran.
“Perlu upaya membuat ekosistem stabil untuk menjaga kelestarian satwa liar di dalamnya,” kata Hadi.
Seperti kasus kebakaran lahan gambut yang mengancam kekayaan ekologi sekitarnya, baik satwa liar, flora, mapun nilai sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan masalah lingkungan yang dihadapi satwa liar, seperti kekurangan sumber air, sumber pakan, tempat berkubang, hingga berkurangnya pepohonan.
Baca Juga: Memasang Jerat Berburu Satwa Liar Bisa Dipidana 5 Tahun Penjara
Kemudian menerapkan teknologi konservasi dan restorasi yang detil, termasuk upaya penanaman pohon dan mencari bibit unggul.
Discussion about this post