Yang peruntukannya untuk kepentingan perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan (konflik tenurial, konflik misal pemukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan, lahan pengganti, hutan cadangan, hutan pangonan, proses TMKH), penggunaan kawasan hutan (IPPKH, PPKH, Lahan kompensasi), rehabilitasi hutan (RHL, lahan kritis), perlindungan hutan (kriteria lindung), pemanfaatan jasa lingkungan (kerjasama) yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
“KHDPK dengan instrumen rehabilitasi juga akan mengatasi 46 persen lahan kritis di Pulau Jawa. Proses identifikasi lapangan yang semakin baik akan mampu menjamin perlindungan ekologis hutan di Pulau Jawa secara terukur dan terintegrasi. Pelibatan sebanyak mungkin masyarakat desa di sekitar hutan diharapkan mampu mengakselerasi fungsi pelestarian lingkungan secara berkelanjutan,” tutur Bambang.
Baca Juga: Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Penemu Radar Pemantau Bencana hingga Teroris
Dijelaskannya, pemerintah saat ini sedang mempersiapkan penyusunan Peraturan Menteri LHK mengakomodir dinamika dan fakta di lapangan dalam bentuk pedoman untuk KHDPK secara umum termasuk di dalamnya Perhutanan Sosial.
Menyoal keresahan oleh sebagian karyawan Perhutani dengan adanya SK KHDPK, kata Bambang, telah dipikirkan pemerintah dan telah diatur dalam regulasi. Karyawan Perhutani akan bertransformasi menjadi pendamping Perhutanan Sosial dengan pengembangan kompetensi melalui learning management system [WLC01]
Sumber: ppid.menlhk.go.id
Discussion about this post