Baca Juga: Catatan Masyarakat Sipil: KTT ASEAN 2023 Jadi Episentrum Krisis
Pada tanggal 7 September 2023, 1.000 personil gabungan Polri, TNI, Satpol PP, dipimpin leh Kapolresta Barelang “memaksa masuk” ke Pulau Rempang untuk memasang patok lahan investor. Seluruh warga masyarakat bertahan di Jembatan IV, satu-satunya akses jalan masuk ke Pulau Rempang. Di sini terjadi insiden antara aparat dengan warga. Puluhan warga mengalami luka-luka akibat pukulan dan tindak kekerasan aparat, lalu dilarikan ke rumah sakit. Juga termasuk anak-anak sekolah. Bahkan seorang bayi menjadi korban gas air mata yang ditembakkan aparat secara membabi buta.
Hari itu, warga Rempang berduka. Usaha dan perjuangan mereka mempertahankan kampung halaman nenek moyang mereka gagal. Sekarang mereka tidak tahu harus ke mana. Relokasi yang dijanjikan BP Batam sampai hari ini belum jelas, bahkan sama sekali belum ada, karena sarana prasarana relokasi pun sama sekali belum dibangun. Ke mana 5.000 jiwa penduduk ini akan melanjutkan hidup dan kehidupan mereka?
Sementara Presiden Jokowi telah mengeluarkan Instruksi kepada BP Batam dan Aparat Keamanan bahwa tanggal 28 September 2023, Pulau Rempang harus dikosongkan untuk dimulainya pembangunan investasi “Rempang Eco City”. Tanggal 11 September 2023, kembali warga menggelar Aksi Menolak Relokasi yang mengakibatkan lebih 30 orang warga Rempang dan peserta aksi ditahan di Mapolresta Barelang dan Mapolda Kepri.
Baca Juga: Garinda Alma: 6M Plus 1S Antisipasi Gangguan Pernafasan Akibat Polusi Udara
Sekarang ini, seluruh Masyarakat Melayu dari seluruh daerah di Indonesia (seperti Riau, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara dll bahkan juga warga dari wilayah-wilayah lain) sudah menyatakan dukungan kepada warga Rempang.
Negara Melanggar Konstitusi dan HAM
Dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia 1945 dijelaskan, bahwa Negara wajib melindungi seluruh tumpah darah dan segenap warga negara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum …… dst. Dalam kasus Pulau Rempang, penguasa negara sudah mengabaikan Amanah Konstitusi tersebut.
Selain itu, penguasa Negara juga sudah melakukan penindasan dan pelanggaran HAM warga negara sendiri, yakni penduduk Pulau Rempang. Negara telah melanggar hak warga untuk bertempat tinggal, hak untuk bermata pencaharian, hak atas kesejahteraan lahir dan batin, hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk mendapatkan pendidikan dan tumbuh kembang anak-anak generasi penerus. Sejak pertengahan Agustus 2023, pelayanan kesehatan di Puskesmas Rempang sudah dihentikan, sekolah-sekolah negeri sudah dipindahkan.
Hal ini dilakukan BP Batam dan Pemko Batam untuk memaksa warga Rempang meninggalkan kampung halaman mereka dan menyetujui relokasi. Sungguh Negara Indonesia sedang melakukan pemaksaan dan penindasan terhadap warga Rempang, bahkan secara tidak langsung negara telah membunuh kehidupan dan masa depan warga Rempang.
Pekanbaru, 13 September 2023. [WLC02]
Sumber: Walhi Riau
Discussion about this post