Di sisi lain, penanganan perubahan iklim memerlukan strategi terpadu yang mengintegrasikan aspek konservasi, teknologi, dan ekonomi hijau. Salah satunya juga melalui peran strategis Taman Hutan Raya (tahura). Apalagi Indonesia memiliki tahura sekitar 387.000 hektar yang tersebar di 33 lokasi.
“Tahura tidak hanya menjadi benteng keanekaragaman hayati, melainkan juga berfungsi sebagai penyangga iklim dan penyerap karbon yang penting bagi stabilitas ekosistem nasional,” ujar Abdul Hamid, dalam orasi ilmiah sebagai Profesor Riset Ilmu Pertanian – Kehutanan Bidang Pertanian dan Konservasi Kepakaran Kebijakan Publik Pertanian Kehutanan di Gedung BJ Habibie Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, 22 Oktober 2025.
Baca juga: DIY Siapkan Tiga TPST untuk Kelola Sampah Menjadi Energi Listrik
Sejak 1980-an hingga 2024, pembangunan kawasan konservasi di Indonesia terus mengalami transformasi. Transformasi itu menunjukkan ada keseimbangan antara kepentingan ekologi, ekonomi, dan sosial. Keseimbangan ini menjadi kunci agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada pemanfaatan, tetapi juga pada keberlanjutan ekosistem. Pemanfaatan teknologi memiliki peran penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efisien dan berkelanjutan.
Dalam orasinya, ia memaparkan sejumlah hasil penelitian menunjukkan konservasi kawasan hutan bukan hanya bermanfaat untuk kontribusi penanganan iklim, namun juga memiliki potensi ekonomi. Kawasan hutan mampu menyerap sekitar 20 hingga 30 ton karbon per hektare setiap tahunnya.
Namun, ketika kawasan tersebut mengalami kerusakan atau degradasi, kemampuan serapan itu hilang dan justru berubah menjadi sumber emisi karbon yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Terkait potensi ekonomi, Hamid mencontohkan, kawasan tahura yang tegakannya masih bagus, jika diberi kompensasi dalam perdagangan karbon global, maka nilainya dapat mencapai US$44,8 miliar (dengan asumsi harga US$10 per ton karbon).
Baca juga: Air Hujan antara Ancaman Mikroplastik dan Solusi Krisis Air Masa Depan
Dalam melakukan konservasi hutan, peran teknologi sangat penting. Ia menjelaskan, bahwa perlu peningkatan pemanfaatan teknologi geospasial, satelit, serta regulasi yang mendukung investasi ramah lingkungan tanpa mengorbankan pelestarian alam.
Dengan strategi yang terpadu, hutan tidak hanya berfungsi sebagai kawasan konservasi, tetapi juga sebagai pusat kegiatan ekonomi, ketahanan iklim, dan kesejahteraan masyarakat.
Jika dikelola dengan regulasi yang tepat serta didukung sumber daya manusia berkualitas, kawasan konservasi akan menjadi primadona dalam mitigasi iklim. Kawasan hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, serta melindungi keanekaragaman hayati dan mencegah kepunahan spesies.
Baca juga: Gunung Lawu Batal Masuk Wilayah Kerja Panas Bumi, Kecamatan Jenawi Jadi Alternatif
“Selain itu, biomassa dan tanah di kawasan hutan juga berfungsi sebagai penyimpan karbon alami yang membantu mengurangi efek rumah kaca,” ujar dia.
Terkait ekonomi hijau, kawasan hutan memberikan pendapatan bagi masyarakat sekitar melalui perdagangan karbon dan hasil hutan bukan kayu. Kondisi ini meningkatkan kesejahteraan dan motivasi masyarakat untuk menjaga kelestarian alam. Untuk itu, partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan melalui edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya ekosistem hutan bagi kehidupan. [WLC02]
Sumber: IPB University, BRIN






Discussion about this post