Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Blood Moon, Fenomena Alam Saat Bulan Purnama dan Dapat Diprediksi Jauh Hari

Intensitas warna merah pada gerhana bulan dapat berbeda. Faktor utamanya dipengaruhi kondisi atmosfer bumi.

Rabu, 10 September 2025
A A
Gerhana bulan total atau blood moon. Foto R. Sugeng Joko Sarwono/Dok. ITB.

Gerhana bulan total atau blood moon. Foto R. Sugeng Joko Sarwono/Dok. ITB.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Gerhana bulan selalu terjadi saat purnama, yakni ketika posisi matahari, bumi, dan bulan benar-benar segaris. Namun saat bulan purnama tak selalu terjadi gerhana bulan.

“Tidak setiap purnama menghasilkan gerhana. Itu karena bidang orbit bulan dan bumi tidak selalu tepat berimpit. Ketika posisi segaris itu terjadi, barulah gerhana bisa diamati,” kata Guru Besar dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) sekaligus ahli astronomi, Prof. Taufiq Hidayat.

Mengapa disebut Blood Moon?

Blood Moon merupakan istilah untuk gerhana bulan total. Saat posisi bulan berada dalam bayangan bumi dan cahaya matahari tidak dapat mengenai permukaannya secara langsung.

Baca juga: Legislator NTT Desak APH Ungkap Kasus Kematian Vian Ruma Sesuai Fakta

Namun sebagian cahaya matahari yang melewati atmosfer bumi dibelokkan. Yang sampai ke bulan adalah bagian cahaya berwarna merah.

“Itulah yang membuat bulan terlihat merah darah,” ujar dia.

Intensitas warna merah pada gerhana bulan dapat berbeda. Faktor utamanya dipengaruhi kondisi atmosfer bumi.

Baca juga: Viral Foto Tersangka Pembalakan Liar, Anggota Komisi IV DPR Nilai Menhut Menciderai Kepercayaan Publik

“Jika atmosfer sedang banyak debu atau polutan, maka warna merahnya bisa lebih pekat. Jadi selain konfigurasi posisi benda langit, atmosfer bumi juga berperan penting,” jelas dia.

Sementara Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof. Husin Alatas menjelaskan fenomena blood moon terjadi karena ada proses hamburan Rayleigh di atmosfer bumi. Proses ini menyebabkan cahaya biru dari matahari lebih banyak dihamburkan. Sedangkan sebagian cahaya merah-jingga justru lolos dan diteruskan ke permukaan bulan.

“Akibatnya, saat gerhana bulan total, kita melihat bulan tampak berwarna merah-jingga atau blood moon,” jelas Husin.

Baca juga: Kematian Vian Ruma, Anggota DPR Ingatkan Perlindungan Aktivis Lingkungan

Durasi lebih lama

Menurut Taufiq, meski pun gerhana bulan terjadi berulang, durasi dan waktu kejadiannya selalu berbeda. Kondisi ini dipengaruhi orbit bulan dan bumi yang berbentuk elips, sehingga konfigurasi kesegarisan matahari–bumi–bulan tidak selalu sama.

Sementara gerhana bulan pada 7-8 September 2025 lalu berlangsung cukup lama, lebih dari lima jam sejak fase awal hingga berakhirnya totalitas.

Bahkan, Husin menambahkan, durasi gerhana bulan lebih lama dibandingkan gerhana matahari. Sebab ada perbedaan ukuran radius bumi dan bulan.

Baca juga: Penyelamatan Badak Jawa-Sumatera Tak Hanya Konservasi Kawasan, Juga Konservasi Genetik

“Karena radius bumi lebih besar daripada bulan, bayangan bumi yang menutupi bulan membuat gerhana bulan berlangsung lebih lama,” imbuh dia.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: blood moonBRINFakultas MIPA ITBgerhana bulan total

Editor

Next Post
Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN di Malaysia, 3 September 2025. Foto Dok. KLH.

Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN, Krisis Lingkungan Global Tak Kenal Batas Negara

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media