Wanaloka.com – Gerhana bulan selalu terjadi saat purnama, yakni ketika posisi matahari, bumi, dan bulan benar-benar segaris. Namun saat bulan purnama tak selalu terjadi gerhana bulan.
“Tidak setiap purnama menghasilkan gerhana. Itu karena bidang orbit bulan dan bumi tidak selalu tepat berimpit. Ketika posisi segaris itu terjadi, barulah gerhana bisa diamati,” kata Guru Besar dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) sekaligus ahli astronomi, Prof. Taufiq Hidayat.
Mengapa disebut Blood Moon?
Blood Moon merupakan istilah untuk gerhana bulan total. Saat posisi bulan berada dalam bayangan bumi dan cahaya matahari tidak dapat mengenai permukaannya secara langsung.
Baca juga: Legislator NTT Desak APH Ungkap Kasus Kematian Vian Ruma Sesuai Fakta
Namun sebagian cahaya matahari yang melewati atmosfer bumi dibelokkan. Yang sampai ke bulan adalah bagian cahaya berwarna merah.
“Itulah yang membuat bulan terlihat merah darah,” ujar dia.
Intensitas warna merah pada gerhana bulan dapat berbeda. Faktor utamanya dipengaruhi kondisi atmosfer bumi.
“Jika atmosfer sedang banyak debu atau polutan, maka warna merahnya bisa lebih pekat. Jadi selain konfigurasi posisi benda langit, atmosfer bumi juga berperan penting,” jelas dia.
Sementara Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof. Husin Alatas menjelaskan fenomena blood moon terjadi karena ada proses hamburan Rayleigh di atmosfer bumi. Proses ini menyebabkan cahaya biru dari matahari lebih banyak dihamburkan. Sedangkan sebagian cahaya merah-jingga justru lolos dan diteruskan ke permukaan bulan.
“Akibatnya, saat gerhana bulan total, kita melihat bulan tampak berwarna merah-jingga atau blood moon,” jelas Husin.
Baca juga: Kematian Vian Ruma, Anggota DPR Ingatkan Perlindungan Aktivis Lingkungan
Durasi lebih lama
Menurut Taufiq, meski pun gerhana bulan terjadi berulang, durasi dan waktu kejadiannya selalu berbeda. Kondisi ini dipengaruhi orbit bulan dan bumi yang berbentuk elips, sehingga konfigurasi kesegarisan matahari–bumi–bulan tidak selalu sama.
Sementara gerhana bulan pada 7-8 September 2025 lalu berlangsung cukup lama, lebih dari lima jam sejak fase awal hingga berakhirnya totalitas.
Bahkan, Husin menambahkan, durasi gerhana bulan lebih lama dibandingkan gerhana matahari. Sebab ada perbedaan ukuran radius bumi dan bulan.
Baca juga: Penyelamatan Badak Jawa-Sumatera Tak Hanya Konservasi Kawasan, Juga Konservasi Genetik
“Karena radius bumi lebih besar daripada bulan, bayangan bumi yang menutupi bulan membuat gerhana bulan berlangsung lebih lama,” imbuh dia.
Discussion about this post