Wanaloka.com – Wilayah pesisir selatan Jawa memiliki tingkat aktivitas seismik yang tinggi. Dalam kurun 10 tahun terakhir, tercatat 114 kejadian gempa bumi dengan magnitudo di atas 5, 2 kali gempa bumi merusak, serta 44 guncangan yang dirasakan masyarakat. Bahkan, berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (PUSGEN 2017), potensi gempa bumi megathrust di selatan Jawa bisa mencapai magnitudo M8,8 yang berpotensi memicu tsunami besar.
“Ancaman ini nyata dan bisa terjadi tiba-tiba. Jadi kesiapsiagaan harus terus diperkuat,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati saat membuka Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) di Kulon Progo, Selasa, 23 September 2025.
Menurut dia, SLG adalah wujud kepedulian negara untuk melindungi keselamatan masyarakat dari bencana gempa bumi dan tsunami. Lewat SLG ada upaya memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi gempabumi dan tsunami di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca juga: Pemerintah dan DPR Rekomendasikan Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria
Dwikorita menambahkan, Kulon Progo menjadi wilayah strategis karena tidak hanya berada di kawasan rawan bencana. Namun juga menjadi pintu gerbang wisata Yogyakarta dengan keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA).
“YIA itu satu-satunya bandara di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara atau mungkin di dunia, yang sejak awal dirancang khusus untuk menghadapi ancaman gempa bumi megathrust dan tsunami,” klaim dia.
Keberadaan YIA menjadi simbol kesiapsiagaan bencana. Dengan desain khusus tersebut, Kulon Progo memiliki peluang menjadi contoh daerah tangguh bencana. Ketangguhan inilah diyakini akan menjaga rasa aman masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan wisatawan dan investor.
Baca juga: Hari Tani 2025, Ribuan Petani Desak Pemerintah Jalankan Reformasi Agraria Segera
Sebagai bentuk penguatan mitigasi, BMKG terus menggencarkan sejumlah program, di antaranya Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami, Masyarakat Siaga Tsunami, serta BMKG Goes To School. Hingga kini, enam desa di DIY telah diakui menjadi Masyarakat Siaga Tsunami oleh Unesco, salah satunya Desa Glagah di Kulon Progo. Sementara program edukasi di sekolah telah menjangkau 166 sekolah dengan lebih dari 20 ribu peserta.
Program-program tersebut dirancang untuk menumbuhkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam merespons tanda bahaya serta memahami peringatan dini. Dwikorita menegaskan, implementasi 12 Indikator Tsunami Ready yang ditetapkan UNESCO-IOC, seperti pembangunan rambu evakuasi, peta bahaya tsunami, hingga rencana kontinjensi, harus segera diwujudkan di daerah-daerah pesisir.
“Jika indikator tersebut dipenuhi, target zero victim bukan mustahil tercapai. Kuncinya adalah sinergi pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dalam membangun kesiapsiagaan yang berkelanjutan,” imbuh dia.
Baca juga: Supriyanta, Menciptakan Varietas Padi Unggul agar Petani Bahagia







Discussion about this post