Dampak kerusakan lingkungan yang dirasakan perempuan pun ganda. Tidak hanya terdampak struktur, tapi juga sisi-sisi lain. Tugas menyiapkan makanan adalah tugas perempuan, ketika kerusakan lingkungan semakin parah, air dan sumber makanan tidak bisa diakses dengan mudah.
“Perempuan harus berjalan berkilo-kilo. Itu pun tidak terjamin keamanannya untuk mendapatkan air dan sumber makanan,” jelas Yuyun.
Upaya hulu ke hilir
Dalam acara tersebut, Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Jati berbagi pengalaman melakukan aksi pengelolaan sampah di desanya. Bahwa cara mengelola sampah yang baik harus dilakukan dengan tiga cara, yaitu penanganan di hulu, tengah, dan hilir.
Meliputi mendesain ulang tata kelola sampah, menyusun sistem yang baik, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengelola sampah yang baik.
Baca Juga: IPB University Teliti Populasi Ikan Red Devil yang Resahkan Nelayan Danau Toba
“Dan persoalan sampah tidak bisa diserahkan hanya kepada pihak swasta atau masyarakat saja atau kepada pihak pemerintah saja. Tapi harus ada kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaannya,” papar Wahyudi.
Perubahan iklim dan lingkungan ini seharusnya mendorong momentum untuk perubahan perilaku hidup masyarakat yang lebih bersih, disiplin dan tertib. Kami membutuhkan perbaikan infrastruktur, baik politik, ekonomi, sosial, dan teknologi.
Tantangan tidak mudah dan membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak dengan fasilitasi insentif dan disinsentif.
Baca Juga: Simocakap, Cegah Kebakaran Lahan Gambut Berbasis Teknologi dan Partisipasi Masyarakat
“Sekarang krisis sampah, 5 tahun lagi krisis air, 10 tahun lagi krisis pangan. Kami harus menyiapkan sejak sekarang dengan basis komunitas pangan yang sehat,” kata Wahyudi.
Pendekatan UHC seolah-olah negara baik hati, tetapi tidak lepas dari industri kesehatan. Basis strategi pangan yang sehat dan kuat, basisnya dari sampah.
Dalam buku “Fiqih Energi Terbarukan”, Rahma menjelaskan fiqih tersebut tersebut lahir dari hasil bahtsul matsail yang membahas soal isu-isu lingkungan lengkap dengan dalilnya.
Baca Juga: Pengamat UGM Ingatkan Prabowo, Swasembada Energi Butuh Komitmen Bukan Omon-omon
“Energi terbarukan sangat memungkinkan untuk digunakan. Penyumbang terbesar emisi rumah kaca 33 persen adalah batu bara,” kata Rahma.
Dalam Muktamar NU ke-34 pada tanggal 22-24 Desember 2021 di Lampung menyambut semangat menggunakan energi terbrukan yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar batu bara.
“Pemerintah perlu bersama dengan para pengusaha untuk menyiapkan rencana dan menjalin kerjasama internasional untuk akselerasi transisi ke energi terbarukan dan mencapai proporsi EBT minimal 30 % pada tahun 2025 serta net zero emisi pada tahun 2045. Pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai tahun 2022 dan pengurangan produksi batubara mulai tahun 2022 serta early retirement/phase out PLTU Batu Bara pada tahun 2040 untuk mempercepat proses transisi energi yang berkeadilan, demokratis dan terjangkau,” demikian bunyi rekomendasi tersebut. [WLC02]
Discussion about this post