Untuk mengetahui seseorang terpapar cacar monyet adalah melalui pemeriksaan PCR. Namun swab PCR tidak dilakukan melalui hidung dan tenggorokan sebagaimana pasien Covid-19.
“PCR cacar monyet dilakukan dengan swab pada ruam-ruam di tubuh pasien,” terang Syahril.
Namun sejauh ini, baru ada dua laboratorium rujukan pemeriksa cacar monyet di Indonesia, yaitu Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University di Bogor dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. Sri Oemiyati Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes. Proses penambahan 10 laboratorium tengah dilakukan, termasuk di beberapa rumah sakit.
Baca Juga: Wabah PMK, Satgas Atur Zonasi Lalulintas Hewan Ternak dan Produk Turunannya
Kemenkes telah menyiapkan 1.200 reagen. Pemeriksaan PCR dilakukan manakala ada kecurigaan terpapar cacar monyet.
Terapi Pasien
Tak seperti Covid-19 yang menular melalui droplet di udara, penularan cacar monyet melalui kontak erat. Lantaran itu pula, penularannya tak secepat Covid-19. Gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air, tetapi lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Gejala tersebut berlangsung 2-4 pekan.
Perbedaan utama antara gejala cacar air dan cacar monyet adalah cacar monyet menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati), sedangkan cacar air tidak.
Baca Juga: Pandemi Belum Berakhir, Ini yang Boleh Melepas dan yang Harus Pakai Masker
Bagi pasien yang terpapar cacar monyet tidak memerlukan ruang isolasi bertekanan negatif sebagaimana pasien Covid-19. Terapi perawatan klinis untuk pasien cacar monyet harus dioptimalkan untuk meringankan gejala, mengelola komplikasi, dan mencegah gejala sisa jangka panjang. Pasien harus diberi cairan obat dan makanan untuk mempertahankan gizi yang memadai.
Infeksi bakteri sekunder harus diobati sesuai indikasi. Antivirus yang dikenal sebagai tecovirimat dikembangkan untuk cacar. Kemudian European Medicines Agency (EMA) melisensi untuk cacar monyet pada 2022 berdasarkan data penelitian pada hewan dan manusia.
Tecovirimat belum tersedia secara luas. Apabila digunakan untuk perawatan pasien, tecovirimat harus dipantau untuk penelitian klinis dengan pengumpulan data prospektif.
Baca Juga: DPR: Pemerintah Harus Infokan Peta Persebaran Kasus Hepatitis Akut
WHO pun belum memberikan rekomendasi vaksinasi massal untuk menghadapapi cacar monyet. Namun ada 2 atau 3 negara yang sudah melakukan vaksinasi. Indonesia juga sedang memproses pengadaannya melalui rekomendasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Kalau pasien tidak ada komorbid dan penyakit pemberat lain, Insya Allah pasien bisa sembuh sendiri,” ucap Syahril. [WLC02]
Discussion about this post