Baca Juga: Sempat Dilarang, Pemerintah Mulai Lirik Budidaya Tanaman Kratom
“Ada namanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Kesuksesan penyelenggaraan semua acara internasional di Bali itu ada kami di balik layarnya,” klaim Suharyanto.
Kendati demikian, Suharyanto meminta agar operasi TMC khusus pemadaman dikaji ulang karena berpotensi menimbulkan dampak sekunder. Ia mencontohkan operasi TMC di Kalimantan Selatan terbukti menurunkan hujan, tetapi di sisi lain juga memberikan dampak lain bagi pertanian berupa pengurangan kualitas buah dan unsur hara. Ia pun meminta agar forkopimda melakukan kajian atas adanya dampak maupun sisi lain dari TMC itu sendiri.
“Apakah TMC ini bisa dikaji ulang. Kalau kami lakukan TMC, apakah ada efek sampingnya?” tanya Suharyanto.
Upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dinilai paling efektif dilakukan oleh satgas darat. Selain lebih tepat sasaran, biayanya juga jauh lebih murah. Suharyanto meminta agar segala kebutuhan lapangan yang diperlukan dalam kesiapsiagaan hingga penanganan darurat dapat diajukan kepada BNPB.
Baca Juga: Jaga Stok Pangan, Jokowi Instruksikan Sedot Air Tanah dan Sungai Lewat Pompanisasi
“Mudah-mudahan ini terkendali. Terbukti, tahun 2015, 2019 dan 2023 semuanya El Nino. Tahun 2023, kami bisa menurunkan dampak karena lebih dulu datang seperti in. Kalau pun ada kebakaran, pasti kecil dampaknya,” kata Suharyanto.
OMC di 5 Provinsi
Sementara Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), BMKG menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) serentak di lima provinsi di wilayah Indonesia. Kelima provinsi tersebut ialah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
“OMC ini dilakukan dalam rangka bentuk antisipasi bencana kekeringan dan karhutla,” kata Dwikorita di Jakarta pada 18 Juni 2024.
Adapun jadwal pelaksanaan OMC di Riau dilaksanakan pada 14 Juni-3 Juli 2024, Jambi 20 Juni-1 Juli 2024, Sumatra Selatan 3 Juli-12 Juli 2024, Kalimantan Barat 25 Juni-5 Juli 2024, dan Kalimantan Tengah tahap 5 Juli-15 Juli 2024.
Berdasarkan hasil analisis dan monitoring BMKG, pada Juli hingga September di lima provinsi target OMC diperkirakan mengalami kekeringan dan rawan terjadi karhutla. OMC bertujuan untuk mengurangi dampak risiko yang dapat terjadi dan dapat menganggu kehidupan masyarakat.
“OMC dilakukan untuk pembasahan lahan gambut agar mengantisipasi dan memitigasi bencana karhutla. Juga untuk mengisi kubah-kubah air di lahan gambut sehingga mencegah lahan gambut kering dan mudah terbakar karena telah dibasahi hujan,” papar Dwikorita.
Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove dengan Alat Penahan Ombak dari Limbah Plastik
Plt. Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menambahkan, Pembasahan lahan gambut dilakukan sebelum daerah terdampak memasuki puncak musim kemarau. OMC juga ditujukan untuk menekan potensi lonjakan hotspot dan potensi luasan area gambut yang terbakar.
Mengingat hasil pantauan Sipongi, secara kumulatif dua hari terakhir di provinsi target sudah mulai terdeteksi hotspot dengan derajat kepercayaan menengah hingga tinggi atau 2-3 titik per hari.
“Saat ini sedang dilaksanakan OMC di Riau sejak tanggal 14-18 Juni 2024 dengan bahan semai NaCI powder sebanyak empat ton. OMC di Riau telah dilaksanakan selama empat hari dengan rincian lima sorti penyemaian dengan total jam terbang 11 jam 35 menit,” papar Seto.
Kegiatan OMC di Riau bekerjasama dengan TNI AU Lanud Sultan Syarif Kasim II. OMC dilakukan dengan pesawat Casa 212 registrasi A-2116 dari Skuadron Udara 4 Malang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). [WLC02]
Discussion about this post