Wanaloka.com – Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI (Purn) Doni Monardo berpulang pada 3 Desember 2023 karena sakit. Almarhum juga berperan penting dan berkontribusi besar selama pandemi Covid-19 sebagai Kepala Satuan Tugas (Satgas) Covid-19.
“Kami kehilangan sosok pahlawan yang sangat berjasa dalam penanggulangan bencana, dan juga pengendalian Covid-19,” ujar Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dalam siaran pers BNPB sebelum bertolak menuju lokasi bencana banjir bandang di Kabupaten Humbang Hasundutan, Senin, 4 Desember 2023.
Ia menyampaikan duka cita atas berpulangnya Doni Monardo. Ia sangat mengapresiasi dedikasi yang luar biasa dari almarhum dalam penanggulangan bencana alam dan non-alam, khususnya saat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Erupsi Gunung Marapi, 11 Pendaki Ditemukan Tewas
“Sebelum bergabung dengan BNPB pada 2019, Pak Doni sudah dekat dengan alam,” imbuh Suharyanto.
Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita
Doni dikenal sebagai sosok yang menghargai alam, sehingga menjadi teladan bersama. Legasi yang ditinggalkan menjadi perhatian semua pihak. Jargon “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”, merupakan wujud konkret Doni dalam menghargai kehidupan alam semesta. Hal tersebut diimplementasikan BNPB dengan berbagai upaya mitigasi vegetasi sebagai bentuk pengurangan risiko bencana.
Soal jargon itu dikenal Doni setelah menjabat sebagai Kepala BNPB pada 2019. Jargon itu lahir tidak terlepas dari kepeduliaan yang tinggi terhadap lingkungan. Konsistensi dalam menjaga alam membawa Doni dianugerahi gelar doktor kehormatan atau doktor honoris causa dari IPB University pda 27 Maret 2021.
Baca Juga: Pertambangan Batu Bara Masih Idola dan Dipermudah, Meski Nol Emisi Jadi Target
Kepedulian dan kecintaan Doni terhadap alam ini terbentuk sejak bertugas sebagai seorang militer. Di dalam pemikirannya, Doni mengatakan bahwa merawat bangsa tidak hanya mengedepankan prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat tetapi juga ekokrasi atau kedaulatan lingkungan.
“Merawat bangsa tidak hanya mengedepankan prinsip democracy (kedaulatan rakyat), tetapi juga harus mengedepankan prinsip ecocracy atau kedaulatan lingkungan,” ujarnya melalui pesan video saat penganugerahan gelar doktor kehormatan yang berlangsung di IPB University, Bogor.
Prinsip itu didukung dengan konteks yang lebih holistik, yaitu pendapatnya mengenai konteks ketuhanan, sesama dan alam.
Baca Juga: Letusan Gunung Marapi Sumbar Sejumlah Kecamatan Diselimuti Abu Vulkanis
“Dalam konteks religius, umat Islam tidak hanya diwajibkan menjaga hubungan dengan Allah SWT hablum minallah dan hubungan sesama manusia hablum minannas, tetapi juga hubungan dengan alam, hablum minal ‘alam,” kata Doni.
Sosok Doni yang dekat dengan alam ini tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang militer. Ia lebih banyak bertugas di daerah operasi dan sebelumnya selalu berlatih di kawasan hutan. Lima puluh persen waktu pengabdian saat bertugas di Kopassus dihabiskan di hutan.
“Sehingga setiap saat saya pasti ketemu tanaman, ketemu pohon. Ketemu mata air, ketemu binatang dan hewan,” ucap Doni.
Baca Juga: Butuh Anjing Pelacak untuk Pencarian 11 Korban Banjir Bandang Humbahas
Tugas kemiliteran membuatnya merasa, bahwa tanpa alam, tanpa hutan, manusia tidak ada apa-apanya.
“Kita bisa bernafas, bisa mendapatkan air, itu semuanya berasal dari hutan. Itu yang membuat saya, mengantar saya, setiap saya ditugaskan di manapun hampir pasti selalu memperhatikan masalah lingkungan,” ucap Doni yang pernah menjabat Danjen Kopassus dan Danpaspampres.
Kisah yang membuatnya semakin mengagumi alam ketika pada April 1988 Doni terselamatkan pecahan roket yang mengarah kepadanya. Ia selamat karena berlindung di balik pohon besar. Di bawah pohon ada lubang dan Doni masuk di dalamnya. Ketika pecahan roket itu menerpa bagian atas kepala saya, banyak lempengan besi menempel pada batang pohon itu.
Discussion about this post