Wanaloka.com – Energi baru terbarukan (EBT) tengah menjadi primadona sebagai bahan baku energi yang ramah lingkungan dan rendah emisi. Pemerintah juga membidik target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dengan menggunakan EBT menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional. Namun pemerintah tidak serta merta langsung meninggalkan energi berbasis fosil, salah satunya batu bara.
“Mengingat Indonesia salah satu negara dengan pembangkit berbahan baku batu bara besar,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana pada acara Road to CNBC Award 2023 di Jakarta pada 29 November 2023.
Penetapan target NZE tidak lantas menghilangkan batu bara sebagai salah satu sumber pembangkit listrik utama nasional dalam waktu dekat. Setidaknya, butuh waktu hingga tahun 2057 sesuai dengan peta jalan menuju NZE yang digagas Kementerian ESDM, sembari secara paralel, pemerintah memperkuat basis pemanfaatan EBT untuk menopang energi nasional.
Baca Juga: Letusan Gunung Marapi Sumbar Sejumlah Kecamatan Diselimuti Abu Vulkanis
“Karena pemerintah juga berkewajiban untuk memastikan ketersediaan energi masyarakat,” imbuh Dadan.
Kontrak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkisar 25 hingga 30 tahun. Berdasarkan simulasi NZE, puncak penggunaan batu bara antara tahun 2030 hingga 2035. Setelah itu akan melandai sejalan PLTU yang sudah selesai masa kontraknya.
Untuk menyuplai kebutuhan energi kepada masyarakat saat penggunaan batu bara melandai, pemerintah akan mengembangkan dan menyediakan energi yang lebih bersih dari EBT. Batu bara yang tidak dipakai untuk bahan baku pembangkit bisa dimanfaatkan dalam bentuk yang sudah diolah dan lebih hijau melalui proses hilirisasi.
Baca Juga: Butuh Anjing Pelacak untuk Pencarian 11 Korban Banjir Bandang Humbahas
“Kami harus mengarah ke green product (produk hijau), menciptakan green industry (industri hijau) di sini, karena memang nanti akan dilihat dari sisi prosesnya itu bagaimana sih cara memproduksi produk ini,” tutur Dadan.
Produk batu bara bisa diubah menjadi Dimethyl Ether (DME) melalui proses gasifikasi yang bisa digunakan menjadi pengganti Liquefied petroleum gas (LPG) dengan konsumen yang sudah ada. Sebelum menjadi DME, juga itu bisa menjadi methanol. Metanol banyak dipakai untuk industri, asalkan prosesnya bersih dari emisi atau menjadi produk hijau.
Dengan produk hijau, menurut Dadan akan mudah diekspor ke luar negeri. Sebab negara lain, khususnya Eropa akan melihat dari sisi proses bagaimana cara memproduksi suatu barang. Itu menjadikan industri hijau dan produk hijau menjadi komoditas yang kompetitif di pasar internasional.
Baca Juga: Banjir Bandang Bawa Bebatuan Besar di Humbang Hasundutan, 12 Warga Hilang
“Misalkan ekspor ke Eropa mulai diberlakukan tahun 2026. Mereka akan tanya cara produksinya untuk mengetahui berapa karbonnya. Nah, kalau melewati batas, mereka akan terapkan pajak karbon terhadap produk tersebut,” papar Dadan.
Produksi Batu Bara Digenjot
Dadan Kusdiana mengungkapkan realisasi produksi batu bara per 27 November 2023 telah mencapai 686 juta ton atau 98 persen dari target. Sementara target produksi batu bara yang dicanangkan tahun ini sebanyak 694,5 juta ton atau meningkat dibandingkan target tahun 2022 sebesar 663 juta ton.
“Produksi tahun lalu melebihi target atau sekitar 104 persen dari target. Kinerja sektor minerba sangat baik dan positif untuk tahun 2023,” kata Dadan mengklaim.
Discussion about this post