Wanaloka.com – Gelombang protes yang merebak beberapa pekan terakhir mencerminkan akumulasi rasa ketidakadilan: kebijakan lahir di ruang tertutup, biaya hidup melonjak, dan ruang demokrasi makin menyempit. Proyek-proyek besar terus mengorbankan kampung dan ruang hidup, sementara energi kotor masih dijadikan tulang punggung listrik nasional.
Banyak yang menyebutkan September sebagai bulan “Hitam” setelah beberapa kejadian buruk yang terjadi selama ini. Saat bersamaan, menurut Dian Paramita dari 350.org Indonesia, September tahun ini dapat menjadi momen publik untuk bersuara.
Sebab, para pemimpin dunia akan bertemu di Sidang Umum PBB di New York pada September ini. Terlebih lagi, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan menyampaikan pidato di sana pada 23 September 2025, penampilan langsung pertama Presiden Indonesia di forum global tersebut dalam satu dekade.
Baca juga: Pabrik PMT Disegel karena Ekspor Udang Beku Terkontaminasi Cesium, Ini Kata Pakar
Enam pekan kemudian, mereka akan bertemu lagi di Brasil untuk pertemuan iklim PBB (COP30). Di sana, dunia akan menilai keseriusan setiap negara menghadapi krisis iklim.
Bagi Dian, ini adalah momentum penting bagi masyarakat di seluruh dunia untuk bersatu menunjukkan kekuatan dan perlawanan dalam mendesak para pemimpin dunia agar segera melakukan tindakan tegas dan nyata bagi keadilan dunia.
Draw the Line hadir sebagai gerakan global – dari Amazon hingga Pasifik, dari aksi massa, mogok kerja, hingga intervensi seni – untuk menarik garis tegas melawan ketidakadilan, polusi, dan kekerasan, serta memperjuangkan masa depan yang damai, adil, dan bersih.
Baca juga: Belajar Konsisten Menjaga Hutan dari Masyarakat Adat
“Seruan ini adalah ajakan untuk mengambil kembali masa depan ke tangan rakyat,” tambah Dian dalam siaran tertulis, Sabtu, 13 September 2025.
Sebagai bagian dari rangkaian aksi global, Climate Rangers Jogja yang berkolaborasi dengan 350 Indonesia, Trash Hero, Earth Hour, dan Pedestrian Jogja, menggelar kegiatan “Draw the Line – Menelusuri Jejak Garis Imajiner dan Sumbu Filosofi” yang melibatkan 50 peserta dari berbagai komunitas di Jogja. Mereka akan bergerak bersama dalam perjalanan menelusuri Garis Imajiner dari Merapi hingga Pantai Parangtritis dan juga menelusuri Sumbu Filosofi dari Tugu Pal Putih – Alun-alun Utara – Keraton Jogja – Alun-alun Selatan – Panggung Krapyak.







Discussion about this post