Wanaloka.com – Hari ini, tanggal 28 September 2018 pukul 17:02:44 WIB, tepat lima tahun lalu, Kota Palu dan sekitarnya diguncang gempa dengan magnitudo M 7,4 Mw di kedalaman 10 km. Gempa bumi dahsyat yang diikuti tsunami yang melanda pantai barat hingga ketinggian lima meter. Gempa bumi dirasakan di Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Tolitoli.
“Gempa yang memicu tsunami itu menyebabkan jatuhnya ribuan korban,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid pada 28 September 2023.
Belajar dari pengalaman kebencanaan di Palu, Sigi dan Donggala, Wafid mengingatkan bangsa Indonesia untuk senantiasa waspada terhadap ancaman bahaya di sekitarnya. Baik ancaman bencana utama maupun bahaya ikutannya (collateral hazard).
Baca Juga: Yuli Astuti: Olah Limbah Ternak Terpadu Biar Untung dan Ramah Lingkungan
“Diperlukan peningkatan upaya mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana. Upaya yang perlu senantiasa ditingkatkan, dipantau dan dievaluasi karena ancaman bencana di Indonesia sangat besar,” imbuh Wafid.
Fenomena likuefaksi pascagempa di Palu-Donggala mengingatkan betapa informasi ancaman bahaya dan kerentanannya menjadi penting tersedia, baik bagi pemangku kepentingan di pusat, di daerah, juga masyarakat umum. Upaya penyediaan informasi potensi kebencanaan bagi masyarakat dan bagi peningkatan mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi salah satu ancaman bahaya ikutan berupa likuefaksi, Badan Geologi telah menyediakan “Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia”.
Sementara itu Penyelidik Bumi Madya di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM Supartoyo menambahkan, guncangan gempa bumi terasa sangat kuat dan skala intensitas maksimum terjadi di daerah Jono Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, pada skala IX MMI (Modified Mercally Intensity).
Baca Juga: Aktivitas Harian yang Dapat Lindungi Lapisan Ozon dari Kerusakan
Discussion about this post