Wanaloka.com – Operasional energi panas bumi (geothermal) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) diduga kembali mengancam keselamatan warga sekitar. Ancaman itu muncul dalam bentuk semburan lumpur panas di lahan-lahan garapan warga sebagaimana tayangan video yang beredar.
Lokasinya berada di sekitar wilayah pengeboran panas bumi PT SMGP di areal Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Desa ini berjarak kurang dari satu kilometer dari wellpad E milik PT SMGP, korporasi yang menguasai wilayah kerja panas bumi (WKP). Wilayah kerjanya seluas 62.900 hektare atau 629 km², mencakup 138 desa di 10 kecamatan.
Menurut kesaksian warga yang dihubungi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), setidaknya ada 10 titik semburan lumpur panas yang seluruhnya berada di kebun garapan milik warga. Berdasarkan perhitungan citra satelit, lokasi semburan berada sekitar 900 meter dari wellpad E dan sekitar 317 meter dari permukiman warga di Desa Roburan Dolok, yang dihuni oleh 1.931 jiwa.
Baca juga: Agung Baskoro, Memotret Masyarakat Adat Halmahera yang Terpinggirkan Tambang Nikel
Titik-titik baru semburan lumpur ini rata-rata juga hanya berjarak sekitar 700 meter dari puskesmas setempat. Sementara jarak dari wellpad E ke permukiman warga hanya sekitar 480 meter.
“Proses munculnya semburan lumpur panas diawali rekahan-rekahan kecil di permukaan tanah yang mengeluarkan asap,” tutur warga Madina, Royhan.
Gejala ini telah terjadi sejak 2021 atau empat tahun setelah pengeboran yang dilakukan pihak SMGP. Warga telah berulang kali melaporkan kemunculan rekahan tersebut kepada pihak perusahaan, tetapi diabaikan.
Baca juga: BMKG Lakukan Pengembangan Radar Cuaca Nonpolarimetrik
Seiring waktu, rekahan-rekahan itu membentuk kawah yang terus meluas dan jumlah titik kawah baru bertambah. Hampir seluruh kawah muncul di kebun garapan warga yang ditanami karet, kemiri, dan kakao yang siap panen.
Menurut warga, setidaknya empat hektare kebun telah rusak akibat semburan lumpur panas sejak 2024. Tak hanya merusak tanaman keras tahunan, lumpur panas yang berbau belerang itu juga muncul di lahan sawah produktif yang biasa digunakan warga untuk menanam padi.
Dilansir dari Detik.com, PT SMGP membantah usai melakukan pengecekan bersama Dinas Lingkungan Hidup Madina.
Baca juga: Prodi Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati UGM yang Pertama di Asia
“Titik manifestasi tersebut berada di lokasi lain di Desa Roburan Dolok. Bukan di area sumur Pad-E PT SMGP, jarak 1-2 kilometer (dari lokasi),” kata Corporate Communication Manager PT SMGP, Agung Iswara dalam keterangannya, Sabtu, 26 April 2025.
Agung menyebutkan lumpur panas yang muncul itu merupakan fenomena alami yang terpantau sejak 2021. Sehingga tidak memiliki hubungan langsung dengan pengeboran yang sudah dilakukan sejak 2017.
“Sumur-sumur yang dibor sejak 2017, belum pernah berhasil mengalirkan uap ataupun fluida panas bumi dengan tekanan kepala sumur 0 Barg atau tidak bertekanan. Saat ini tidak ada aktivitas produksi, sehingga sumur-sumur tersebut tidak berkaitan dengan fenomena manifestasi yang dilaporkan,” kata dia.
Baca juga: Hari Bumi, Aksi Tanam 9.000 Pohon Matoa di Halaman Ponpes Deli Serdang
Ia berdalih, lumpur panas itu adalah hal yang umum terjadi di wilayah dengan potensi panas bumi. Masyarakat disebut sudah sering melihat lumpur panas jauh sebelum ada eksplorasi oleh PT SMGP di lokasi itu.
“Lokasi Pad E diketahui sebagai area yang memiliki kecenderungan untuk mengalami pergerakan tanah yang tinggi dan memiliki banyak retakan-retakan. Fenomena pergerakan tanah (soil creep) atau longsor (landslide) dapat terjadi kapan saja (fault stress release, curah hujan, dan sebagainya). Fenomena ini dapat memunculkan manifestasi yang baru ke permukaan,” papar dia.
PT SMGP pun mengklaim punya komitmen terhadap keselamatan dan keberlanjutan setiap aspek operasional. Langkah itu diambil dengan menjalankan kegiatan sesuai dengan standar keselamatan dan aturan yang ada.
Baca juga: Dulu Penambang, Kini Berperan dalam Konservasi Kawasan Karst Gunung Sewu
Ancaman tiada henti
Namun berdasarkan catatan Jatam, semburan lumpur panas di lokasi penambangan panas bumi PT SMGP pernah terjadi sebelumnya pada 24 April 2022. Ketika itu, semburan lumpur panas setinggi lebih dari 30 meter disertai bau gas menyengat. Akibatnya, 21 warga dan seorang bayi berusia enam bulan terpapar gas beracun dan dilarikan ke RSUD Panyabungan, Madina.
Operasional panas bumi PT SMGP terus menempatkan warga dalam kondisi darurat, hidup dalam bayang-bayang kematian setiap waktu. Klaim bahwa geothermal adalah sumber energi bersih, serta klaim perusahaan menggunakan teknologi modern dan standar operasi yang ketat, terbukti hanya omong kosong. Rentetan kejadian membuktikan warga terus-menerus menjadi korban dari kejahatan sistemik perusahaan dan negara.
Jatam mencatat sejumlah rangkaian peristiwa yang memperlihatkan bahaya operasi SMGP:
Baca juga: Sebanyak 114 Rumah Rusak Berat Terdampak Pergerakan Tanah di Brebes
Pertama, 20 Januari 2015, terjadi bentrokan antara warga yang pro dan kontra terhadap proyek panas bumi di Kecamatan Lembah Sorik Marapi yang berujung tragis. Seorang warga tewas, sementara rumah dan kendaraan hancur. Kedua kelompok warga sejatinya adalah korban yang dipicu konflik horizontal yang lahir dari kehadiran proyek SMGP.
Kedua, 29 September 2018, dua santri, Irsanul Mahya, 14 tahun dan Muhammad Musawi, 15 tahun tewas tenggelam di kolam penampungan air pengeboran milik SMGP di Desa Sibanggor Jae, Kecamatan Puncak Sorik Marapi. Kolam sedalam sembilan meter itu tidak memiliki pagar pengaman maupun penjaga.
Discussion about this post