Di Pulau Obi, hampir seluruh sumber air warga Kawasi telah tercemar sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan. Warga harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan air bersih. Sebagian warga yang secara ekonomi kekurangan, terpaksa bergantung pada sumber air yang tercemar.
Baca Juga: Kepala BMKG Dicalonkan Sebagai Presiden WMO, Siapkan Tiga Misi Utama
Siasat Pertambangan
Di sisi lain, perusahaan bersiasat dengan menerobos lahan terlebih dahulu, baru kemudian melakukan negosiasi. Selain merugikan warga, cara itu juga mempersempit pilihan warga untuk bertahan atas tanah yang sudah dihancurkan dan dikepung operasi pertambangan. Di saat yang sama, perusahaan mengklaim lahan-lahan yang diterobos paksa itu adalah milik negara, meskipun warga telah menguasai puluhan tahun, bahkan membayar pajak. Ironisnya, proses perampasan lahan-lahan warga sering menggunakan cara kekerasan dan intimidasi. Bahkan sebagian warga yang menolak lahannya digusur justru berhadapan dengan tindakan represif aparat negara dan perusahaan.
Sama halnya yang terjadi di wilayah penambangan nikel lainnya milik Harita Group di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, yang dioperasikan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Sejak beroperasi di pulau Wawonii, PT GKP telah berulang kali menerobos lahan-lahan warga penolak tambang. Penerobosan lahan itu terjadi sejak 9 Juli 2019, 16 Juli 2019, 22 Agustus 2019, 19 Februari 2023, dan terbaru pada 9 Maret 2023.
Akibatnya, tanaman perkebunan warga, seperti jambu mete, cengkeh, pala, dan kakao, hingga kelapa rusak. Warga yang menolak melepas lahan dihadapkan pada tindakan represif aparat keamanan. Hingga kini tercatat setidaknya ada 35 orang warga yang dikriminalisasi PT GKP. Mereka dijerat berbagai pasal, mulai tuduhan pengrusakan, perampasan kemerdekaan, menghalangi operasi tambang, hingga pasal pencemaran nama baik menggunakan UU ITE.
Baca Juga: Deforestasi IKN 30 Persen, Butuh Waktu 99 Tahun Menghutankan Kembali
Operasi PT GKP juga telah mencemari sumber air warga. Sungai Tambo Siu-Siu di Desa Sukarela Jaya, yang digunakan untuk mencuci, mandi, dan air minum ini, kondisinya berubah menjadi kuning-kecoklatan akibat pembangunan jalan hauling perusahaan. Warga terpaksa mencari sumber air lain yang letaknya lebih jauh dari tempat tinggalnya dengan kualitas yang tidak lebih baik.
Aturan Pro-tambang
“Hingga kini, ekstraktivisme makin menguat,” tukas Jamil.
Tercermin dari kelahiran berbagai regulasi yang memperkuat kendali oligarki atas Negara. Oligarki bisnis dan politik dalam episode mutakhir saat ini telah mampu menguasai struktur negara. Operasi kejahatan itu juga ditopang pengerahan aparat keamanan negara untuk menciptakan kekerasan terbuka yang telah berlangsung lebih lama.
Investasi industri ekstraktif menjadi pilihan yang dianggap paling mudah oleh pengurus Negara. Peraturan yang diterbitkan menyasar kepentingan industri ekstraktif. Mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 142 tentang Kawasan Industri, di mana salah satu pasalnya memungkinkan industri dikecualikan dari izin lingkungan sebagai kewajiban perizinan. Kemudian, PP Nomor 24 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, atau dikenal dengan Online Single Submission (OSS), yang memungkinkan korporasi mendapat perizinan terlebih dahulu, sementara penyelesaian izin lingkungan dapat dilakukan menyusul secara bertahap.
Baca Juga: Pameran Foto Kilas Pitulas Gempa Yogya 2006
Ada juga revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020, serta UU Cipta Kerja hingga aturan turunannya. Infrastruktur hukum yang bias kepentingan melahirkan kebijakan-kebijakan yang mengakomodasi kepentingan pelaku industri, memiskinkan warga dan merusak lingkungan. Akibatnya, pembangunan nasional yang lebih identik dengan pertumbuhan ekonomi justru semakin jauh dari pemerataan. Konsep pembangunan seperti ini hanya melahirkan konglomerasi baru yang terisolasi dari sebagian besar masyarakat serta tidak ramah terhadap keberlanjutan lingkungan.
Pada Hari Anti Tambang 2023, Jatam menyerukan kepada warga di seluruh kepulauan Indonesia untuk terus melawan kolonialisme industri ekstraktif. Juga menuntut pada pengurus negara saat ini untuk menghentikan segala tipu-tipu narasi transisi energi untuk memuluskan ekstraksi tambang dan penghancuran ruang hidup warga. [WLC02]
Sumber: Jatam
Discussion about this post