Wanaloka.com – Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong menyerukan negara-negara maju untuk melaksanakan tanggung jawab pendanaan bagi negara-negara berkembang dalam upaya melestarikan dan melindungi keanekaragaman hayati dunia. Mengingat tanggung jawab pendanaan yang telah dimandatkan dalam Pasal 20 Konfensi Keanekaragaman Hayati (Convention of Biological Diversity/CBD) sejak 1920 hingga saat ini belum direalisasi.
Seruan itu disampaikan Alue sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi Para Pihak ke-15 (Conference of the Parties) dari Konvensi Keanekaragaman Hayati atau dikenal dengan COP-15 CBD di Montreal, Kanada sejak tanggal 7 hingga 19 Desember 2022.
Pertemuan COP-15 berupaya menghasilkan komitmen global untuk melestarikan dan melindungi keanekaragaman hayati dunia serta menjamin penggunaan yang berkelanjutan dan pembagian manfaat yang adil dan seimbang. Tujuan tersebut dicapai melalui penyusunan Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (Global Biodiversity Framework/GBF) yang salah satunya mengusulkan penetapan target konservasi atas 30 persen area darat dan laut dunia pada 2030 (30 by 30).
Baca Juga: ESDM Sebut Stok BBM, LPG, Listrik Aman Selama 17 Hari Perayaan Nataru
Berbagai studi menyimpulkan, implementasi GBF membutuhkan pendanaan finansial yang sangat besar mencapai 700 miliar dollar. Indonesia berpotensi memiliki tanggung jawab lebih besar dibandingkan negara maju dalam pelaksanaan target 30 by 30 karena Indonesia merupakan negara berkembang dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia.
“Itu berimplikasi pada beban pembiayaan negara,” kata Alue Dohong.
Sebab target global 30 by 30 sangat bergantung pada kontribusi nyata dari negara-negara mega-biodiversity yang kebanyakan adalah negara berkembang yang memiliki kemampuan fiskal terbatas untuk mendanai implementasi GBF. Di sisi lain, negara-negara ini memiliki hak untuk melakukan pembangunan (right to develop).
Baca Juga: BMKG, Nataru Bertepatan dengan Periode Musim Hujan 2022-2023
Dalam pertemuan tingkat tinggi (High Level Segment) COP-15, Alue menekankan pentingnya seluruh pihak CBD untuk memberlakukan prinsip common but differentiated responsibility (CBDR) dan penerapan kewajiban yang berkeadilan (equity) sebagai prinsip utama yang melandasi pembentukan GBF. Indonesia juga mendukung peran dan tanggung jawab dalam perlindungan keanekaragaman hayati di antara elemen-elemen masyarakat.
“Indonesia tidak bisa menyetujui GBF, apabila prinsip CBDR ini tidak diberlakukan,” tegas Alue Dohong di depan sidang umum yang dihadiri oleh delegasi dari ratusan negara dan observer.
Bagi Indonesia, prinsip CBDR telah menjadi jus cogens (asas dasar) dalam hukum lingkungan internasional. Hal tersebut telah direfleksikan dalam Pasal 20 CBD, Prinsip ke-7 dari Deklarasi Rio serta Persetujuan Paris.
Baca Juga: Sekitar 44,17 Juta Penduduk akan Lakukan Perjalanan untuk Perayaan Nataru
Discussion about this post