Saat ini ada empat bank di Indonesia yang masih mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim. Meliputi tiga bank milik pemerintah dan satu bank swasta terbesar. Menurut Koordinator Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batubara masih lebih tinggi, yakni sebanyak Rp89 triliun dalam periode 2018 – 2020 dibanding pinjaman untuk energi terbarukan yang hanya sebanyak 21,5 triliun.
“Pinjaman terhadap industri batubara memang harus dihentikan dari sekarang,” tegas Pius.
Baca Juga: 12 Orang Meninggal dan 14 Ribu Warga Mengungsi
Menurut Interim Indonesia Team Leader 350, Firdaus Cahyadi, peran mereka dalam mendanai krisis iklim melalui pendanaan ke energi kotor batu bara sangat mengecewakan. Misalnya, ada bank pemerintah yang beberapa kali mengklaim mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca, penyebab krisis iklim. Namun ternyata masih mendanai batu bara.
“Ini sungguh mengecewakan,” tegas Firdaus.
Dalam laporan IPCC yang berkaitan dengan dampak, adaptasi, dan kerentanan ini ditekankan pentingnya peran masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam mengatasi krisis iklim karena mereka memiliki pengetahuan tentang dunia, tentang alam.
Baca Juga: Rehabilitasi Mangrove untuk Pengendalian Perubahan Iklim dan Konservasi Penyu
“Penting untuk melibatkan mereka karena mereka yang tahu cara mengatasi krisis iklim,” ujar jurnalis lingkungan senior, Brigitta Isworo Laksmi.
Indonesia yang memiliki banyak masyarakat adat mestinya bisa mengambil langkah strategis dengan melibatkan mereka dalam merencanakan pembangunan untuk ketahanan iklim (climate resilient development). [WLC02]
Discussion about this post