Wanaloka.com – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni memandang pengelolaan hutan lestari harus mempertimbangkan aspek gender dan inklusi sosial. Aspek gender perlu dipertimbangkan mengingat rasio perempuan di dunia mendominasi dengan presentase 52 persen. Selain itu, kontribusi perempuan dalam perekonomian akan berdampak pada perekonomian global.
Sementara itu, inklusi sosial berarti memastikan orang-orang yang terpinggirkan secara sosial memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan hak asasi dan potensi penuh untuk berkontribusi pada pembangunan nasional, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kelompok yang dimaksud adalah perempuan, penyandang disabilitas, pemuda, masyarakat adat, dan kelompok marjinal.
Baca Juga: Pramaditya Wicaksono: Penginderaan Padang Lamun untuk Pemetaan Karbon
“Kita dapat menempuh jalan partisipatif yakni dengan melibatkan kelompok tersebut dalam semua tahapan pembangunan dari perencanaan hingga evaluasi,” ujar Ismi dalam kelas intensif virtual bertema “Tantangan dan Peluang Undang-Undang Cipta Kerja dalam Pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan”, April 2022 lalu.
Hal ini berkaitan dengan salah satu bentuk pengelolaan hutan yang memiliki sifat hasil yang lestari. Bentuk tersebut adalah terjaminnya fungsi sosial ekonomi budaya bagi masyarakat.
Ismi menambahkan, pembangunan inklusif dalam pengelolaan hutan lestari perlu komitmen pihak yang bersangkutan dari level daerah hingga internasional. Pihak yang bersangkutan di antaranya pemegang kebijakan, perencana dan pengelola program, perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sebagainya.
Discussion about this post