Kelima, Putusan Kasasi MA No. 403 K/TUN/TF/2024 membatalkan IPPKH PT GKP seluas 707,10 hektare.
Keenam, Putusan PK MA No. 15 PK/TUN/2024, bahwa warga Sangihe menang terhadap izin pertambangan emas di wilayah seluas 42.000 hektare.
Baca juga: Komnas HAM Menduga Kuat Ada Pelanggaran HAM Aktivitas Pertambangan di Raja Ampat
Ketujuh, Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023 menolak gugatan PT GKP yang ingin menjadikan kawasan pulau kecil sebagai wilayah tambang.
Kedelapan, MK menegaskan larangan tambang di pulau kecil adalah mutlak.
Kesembilan, hukum yang berlaku, bahwa Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda pencabutan IPPKH.
SK Menteri Kehutanan No. 264 Tahun 2025 merupakan keputusan administratif final yang berlaku serta-merta, meskipun PT GKP telah mengajukan PK. PK juga tidak memiliki kekuatan menunda atau membatalkan kebijakan administratif, apalagi yang didasarkan pada putusan hukum yang telah inkracht.
Baca juga: Sahil Jha, Bersepeda Sambil Mengampanyekan Penyelamatan Tanah di 20 Negara
Sepanjang belum ada putusan pengadilan yang membatalkan SK tersebut, maka IPPKH telah resmi dicabut. Dengan demikian segala aktivitas tambang oleh PT GKP di kawasan hutan menjadi ilegal.
Bahkan poin ketujuh angka 4 dalam SK itu disebutkan, bahwa: apabila terjadi pelanggaran pidana, PT GKP tidak dibebaskan dari sanksi pidana.
Pulau kecil ukan untuk tambang
Atas dasar itu, TApAK menyerukan kepada negara untuk:
Pertama, tidak berhenti pada pencabutan IPPKH. Semua izin tambang milik PT GKP, termasuk IUP Operasi Produksi, harus dicabut total.
Baca juga: Anak Muda Diajak Berwisata di Taman Nasional dan Taman Wisata Alam
Kedua, memulihkan hak-hak warga, menghentikan kriminalisasi, dan memberikan jaminan bahwa tidak akan ada lagi pertambangan di pulau kecil mana pun di Indonesia.
Ketiga, menjadikan pencabutan IPPKH ini sebagai preseden kebijakan nasional, bahwa pulau kecil adalah ruang hidup yang tidak boleh dikorbankan untuk industri ekstraktif.
Keempat, pulau kecil bukan untuk tambang. Ia adalah identitas, ruang hidup, sumber pangan, masa depan, serta penyangga ekosistem laut dan darat yang harus dilindungi secara mutlak.
Baca juga: Anggota DPR Ingatkan Pemerintah Tak Ugal-ugalan Menerbitkan Izin Tambang
Kemenhut: izin tambang juga dicabut
Sementara Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa PPKH untuk aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, telah dicabut secara resmi oleh Menteri Kehutanan.
“Pencabutan PPKH di Pulau Wawoni tersebut bukan karena izin bidangnya dicabut, namun karena ada putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan masyarakat untuk pencabutan SK PPKH tersebut,” terang Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Ade Triaji Kusumah.
Ia menjelaskan proses perizinan tambang dalam kawasan hutan merupakan proses hilir yang hanya dapat dilakukan setelah pemegang izin memenuhi berbagai persyaratan awal dari lembaga teknis terkait. Persetujuan penggunaan kawasan hutan hanya diberikan setelah ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) atau pemerintah daerah melalui Dinas ESDM. Kemudian, kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota) memberikan rekomendasi. Selain itu, tersedianya izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup atau dinas lingkungan hidup daerah.
Baca juga: Enam Temuan Baru Greenpeace Ungkap Rencana Besar Industri Nikel di Raja Ampat
“Jika seluruh syarat tersebut terpenuhi, barulah Kementerian Kehutanan memberikan persetujuan penggunaan kawasan hutan,” kata dia.
Ade menjelaskan persetujuan ini disertai kewajiban teknis, antara lain penataan batas lokasi kegiatan agar tidak melebihi area izin serta penyusunan dan pelaksanaan Penataan Areal Kerja (PAK). Selain itu, pemegang izin diberi kewajiban untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang yang dananya dijamin melalui Jaminan Reklamasi di Kementerian ESDM. Mereka juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada sektor kehutanan.
“Namun, karena izin utama dari sektor pertambangan telah dicabut, secara otomatis persetujuan penggunaan kawasan hutan juga dihentikan, sesuai dengan prinsip legalitas yang berlaku,” ujar Ade seraya menekankan bahwa Kemenhut hanya memberikan layanan berdasarkan kerangka hukum yang sah.
Baca juga: Tak Semua Izin Tambang di Raja Ampat Dicabut, Walhi Sebut Pemerintah Setengah Hati
Terkait aksi protes masyarakat di Pulau Wawonii, Ade menyatakan bahwa protes tersebut merupakan bentuk kontrol publik yang sah. Terlebih jika ditemukan pelanggaran batas wilayah, izin yang tidak lengkap, atau ketidaksesuaian dengan ketentuan. Masyarakat didorong untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum kehutanan seperti Direktorat Jenderal Gakkum, atau aparat lokal (kepolisian/kejaksaan) yang tergabung dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan.
Dengan pencabutan ini, Kemenhut menegaskan komitmennya untuk melindungi kawasan hutan, menegakkan hukum, dan memberikan pelayanan perizinan yang akuntabel dan berbasis hukum. Upaya penertiban kawasan hutan akan terus dilakukan sebagai bagian dari agenda pembenahan tata kelola sumber daya alam nasional. [WLC02]
Sumber: Jatam, Kementerian Kehutanan
Discussion about this post