Pada hari yang sama, rombongan Komisi IV DPR RI juga melakukan kunjungan lapangan ke Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Rombongan meninjau dugaan reklamasi ilegal di wilayah perairan sekitar Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem dan PPI Paljaya. Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono menegaskan pentingnya penegakan hukum terkait tata ruang laut dan izin yang wajib dimiliki pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut.
“Kami ingin memastikan DPR berpihak pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara, khususnya dalam pengelolaan tata ruang wilayah laut,” ujar Riyono.
Baca juga: LBH Padang dan Trend Asia Berharap Hakim Cabut Izin PLTU Ombilin
Pihaknya menemukan aktivitas pembangunan pagar laut yang dilakukan pihak swasta hingga sekitar 4 kilometer ke tengah laut tanpa memiliki Izin Keselarasan Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Padahal persyaratan itu sudah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Riyono mengungkapkan reklamasi ilegal yang dilakukan tidak hanya terjadi di satu sisi, tetapi juga ditemukan di lokasi lainnya yang belum menjadi perhatian publik.
“Masa harus menunggu viral dulu? Kami tidak boleh membiarkan hal seperti ini terjadi,” kata dia.
Baca juga: Mengenal Virus HMPV, Mengapa Pencegahan Lewat Gaya Hidup Ala Pandemi Covid-19?
Ia meminta KKP dan pemerintah provinsi untuk memberikan kejelasan dan menegakkan aturan terkait kasus ini. Tujuannya untuk memastikan aktivitas ini tidak merugikan masyarakat dan mematuhi aturan yang berlaku. Jika pihak swasta tidak dapat memenuhi izin yang diperlukan, maka kegiatan tersebut wajib dihentikan dan dapat berujung pada pembongkaran.
“Kalau izinnya lengkap, pembangunan bisa diteruskan. Tapi jika tidak, itu pelanggaran dan harus dihentikan,” tambah dia.
Riyono juga mengusulkan pembentukan pansus untuk menyelidiki dan menindaklanjuti kasus reklamasi ilegal ini. Ketua DPR RI juga telah meminta Komisi IV untuk menyelidiki lebih lanjut melalui rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat kerja (Raker) bersama kementerian terkait.
Baca juga: Kasus PMK Ternak di Indonesia Butuh Penanganan Segera dan Serius
Lanjutkan proses hukum
Kontroversi pembangunan pagar laut di Tangerang dan Bekasi sepanjang sepanjang 30,16 km dan sepanjang 3,3 km menjadi perbincangan yang hangat karena berdampak luas terhadap masyarakat pesisir, khususnya nelayan.
Padahal, jika merujuk pada konvensi internasional (UNCLOS 1982), negara pantai diberikan hak untuk mengatur zona maritimnya. Kemudian berdasarkan hasil keputusan MK No.03/PUU-VIII/2010 dengan tegas mengubah paradigma hukum pemanfaatan ruang laut dari rezim hak menjadi rezim perizinan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Panggah Susanto menjelaskan dalam UU Cipta Kerja juga disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yuridiksi, wajib memiliki KKPRL.
Baca juga: Pakar UGM Desak Proyek Lahan 20 Juta Ha Ditinjau Ulang, Manfaatkan Lahan Tak Produktif
“Pelanggaran atas kepemilikan KKPRL diancam dengan hukuman pidana dan denda atau dikenakan sanksi administratif,” tegas Panggah, Kamis, 23 Januari 2025.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini menekankan kasus ini menjadi peringatan bahwa pengelolaan ruang laut perlu pengawasan yang ketat dan sinergitas antara pemerintah, masyarakat serta stakeholder untuk menjaga hak-hak publik atas laut. Komisi IV meminta Pemerintah, khususnya KKP bertindak lebih cepat dalam merespon permasalahan-permasalahan di sektor kelautan perikanan agar kegaduhan timbul segera teratasi.
“Kami mengapresiasi langkah pembongkaran pagar laut ini. Namun, upaya tersebut harus diikuti dengan tindak lanjut penegakan hukum yang tegas dan transparan kepada pelaku utama agar menjadi efek jera dan tidak terulang kembali di daerah lain,” tegas dia.
Baca juga: Banjir Kepung 11 Kecamatan di Lampung
Pada kesempatan itu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan apresiasi kepada jajaran TNI Angkatan Laut yang bergerak cepat untuk merespons keluhan masyarakat nelayan. Lebih dari 2.500 personel gabungan terlibat dalam pembongkaran pagar bambu tersebut.
Sebanyak 280 lebih armada diturunkan untuk melakukan pembongkaran pagar yang membentang di 16 desa tersebut. KKP juga menurunkan 11 armada meliputi kapal pengawas, URC, tugboat, RIB, serta sea rider bersama 460 personel. Selain KKP dan TNI AL, pembongkaran melibatkan Pemda Banten, Polairud, KPLP, Bakamla, serta masyarakat nelayan.
Pembongkaran dilakukan petugas gabungan dengan cara menarik pagar menggunakan tali dari boat-boat yang dikerahkan. Metode ini membuat bagian bawah pagar ikut tercabut sehingga tidak menyisakan batang bambu di dasar lautan. Estimasi proses pembongkaran hingga selesai memakan waktu maksimal 10 hari.
Baca juga: Gunung Ibu 17 Kali Erupsi, Tim Gabungan Percepat Evakuasi Warga Lima Desa
Trenggono juga memastikan proses penyelidikan terus berlanjut untuk mengetahui siapa pemasang pagar sepanjang 30,16 kilometer itu. Pihaknya juga terus menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Daerah Banten.
“Jadi dari sisi hukum tentu kami terus melakukan proses. Nanti kami juga akan melaporkan kepada mitra kerja kami di DPR Komisi IV,” kata dia. [WLC02]
Discussion about this post