Wanaloka.com – Virus HMPV (Human Metapneumovirus) bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 2001 oleh ilmuwan virologi dari sampel pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan. Lantaran itu pula, HMPV dikategorikan sebagai penyakit re-emerging karena sudah ada sebelumnya.
“Nah, karakteristiknya merupakan virus RNA Tunggal. Bentuk strukturnya adalah struktur helix seperti bola begitu dan di luarnya memiliki membran protein yang terkait dengan infeksi,” kata Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kedokteran Praklinis dan Klinis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Telly Purnamasari Agus dalam acara Media Lounge Discussion (MELODI) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.
Virus ini memiliki dua subtipe utama, yaitu subtipe A dan B, masing-masing dengan dua subgrup. Subtipe A lebih sering dikaitkan dengan wabah dan menunjukkan gejala gangguan pernapasan yang lebih berat dibandingkan subtipe B.
Baca juga: Kasus PMK Ternak di Indonesia Butuh Penanganan Segera dan Serius
“Subtipe B biasanya lebih banyak ditemukan pada musim dingin atau gugur,” imbuh dia.
HMPV menjadi perhatian baru-baru ini. Peningkatan kasus di beberapa negara, termasuk laporan WHO, telah memicu kewaspadaan global.
“Meskipun fatality rate-nya kecil, kita tidak bisa meremehkan penyakit ini. Waspada dan menerapkan langkah pencegahan seperti menjaga kebersihan dan memperkuat imunitas sangat penting untuk mencegah penyebaran,” tutur dia.
Baca juga: Pakar UGM Desak Proyek Lahan 20 Juta Ha Ditinjau Ulang, Manfaatkan Lahan Tak Produktif
Surveilans epidemiologi perlu diperkuat di tingkat sekolah dan puskesmas untuk melacak penyebaran HMPV. Surveilans yang berkesinambungan diperlukan agar dapat memantau data secara real-time. Upaya ini penting untuk merancang kebijakan pencegahan berbasis data.
Penelitian HMPV di sejumlah negara
Telly menjelaskan bahwa secara global, penelitian tentang HMPV sudah berlangsung lama. Di luar negeri, riset mencakup studi epidemiologi, klinis, dan pengembangan vaksin. Beberapa penelitian menunjukkan, HMPV sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan berat, terutama pada anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Penelitian di negara-negara seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia menunjukkan bahwa HMPV adalah salah satu penyebab utama infeksi saluran napas berat setelah TBC. Sebagian besar anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi saluran napas diketahui terinfeksi HMPV.
Baca juga: Banjir Kepung 11 Kecamatan di Lampung
Studi di Jepang mengungkapkan HMPV sering ditemukan bersamaan dengan virus lain pada pasien. Sampai saat ini, belum ada pengobatan khusus atau vaksin untuk HMPV. Terapi yang digunakan bersifat sintomatik, seperti pemberian antibiotik untuk demam atau rehidrasi untuk mengatasi dehidrasi. Penelitian di Australia sedang mengevaluasi efektivitas terapi sintomatik untuk HMPV serta kemungkinan pengembangan terapi spesifik.
Di Indonesia, penelitian mengenai HMPV masih terbatas. Menurut Telly, terdapat peluang besar untuk mengembangkan riset dalam berbagai aspek. Semisal penelitian terkait faktor risiko, prognosis, hingga pola penyebarannya dengan mempertimbangkan karakter geografi Indonesia.
“Penelitian klinis terkait efektivitas terapi simptomatik atau pengembangan obat dan vaksin sangat diperlukan,” ujar dia.
Baca juga: Gunung Ibu 17 Kali Erupsi, Tim Gabungan Percepat Evakuasi Warga Lima Desa
Hingga kini pun, belum ada vaksin khusus HMPV yang dikembangkan di Indonesia. Namun, ia optimistis BRIN dapat memimpin upaya ini. Belajar dari pengembangan vaksin Covid-19, Indonesia bisa mempercepat prosesnya apabila ada dukungan dan kolaborasi yang kuat.
“Selain vaksin, pengembangan alat diagnostik seperti rapid test juga diperlukan agar daerah terpencil dengan fasilitas kesehatan terbatas dapat mendeteksi HMPV secara cepat,” imbuh dia.
Terlebih, BRIN memiliki critical mass yang sangat kuat. Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN memiliki tiga kelompok riset utama. Pertama, Kelompok Riset Kedokteran Regeneratif yang berfokus pada pengembangan teknologi stem cell. Kedua, Teknologi Kesehatan dan SDM Kesehatan yang berfokus mengembangkan teknologi inovatif di bidang kesehatan. Ketiga, Kedokteran Klinis yang berfokus melakukan penelitian kolaboratif dengan rumah sakit untuk memahami dan mengatasi berbagai penyakit klinis.
Baca juga: Status Awas, Warga Sekitar Gunung Ibu Lakukan Evakuasi Mandiri
Ia menyoroti pentingnya penelitian terkait HMPV di Indonesia yang masih sangat minim.
“Kami perlu mengetahui apakah subtipe HMPV yang beredar di Indonesia adalah tipe A, tipe B, atau ada mutasi baru. Penelitian ini akan membantu kami mengidentifikasi faktor risiko dan merancang langkah pencegahan yang lebih efektif,” jelas dia.
Ia juga menjelaskan bahwa penelitian kolaboratif antara fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dengan unit penelitian (CRU), dan peneliti BRIN dapat menjadi langkah strategis untuk memahami lebih jauh tentang HMPV. Ia pun mendorong adanya kolaborasi antara BRIN dan berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, untuk mendalami penelitian HMPV.
Baca juga: Korupsi Timah, KIKA Serukan Lawan Upaya Kriminalisasi terhadap Bambang Hero
“Potensi penelitian masih sangat luas, termasuk dampak ekonomi dan psikososialnya. Ini peluang besar bagi peneliti di Indonesia untuk berkontribusi,” kata dia.
Beda virus HMPV, influenza, dan Covid-19
Discussion about this post