Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Jejak Perubahan Iklim Masa Silam di Indonesia dan Dunia

Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang secara historis telah terbukti membentuk hingga meruntuhkan peradaban manusia.

Jumat, 7 November 2025
A A
Bukti perubahan iklim masa silam hasil riset BRIN. Foto BRIN.

Bukti perubahan iklim masa silam hasil riset BRIN. Foto BRIN.

Share on FacebookShare on Twitter

Letusan Tambora salah satu penyebab perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang secara historis telah terbukti membentuk hingga meruntuhkan peradaban manusia. Kemampuan sistem peringatan dini iklim saat ini menjadi kunci untuk mencegah terulangnya gejolak sosial akibat bencana hidrometeorologi.

“Iklim memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan dan keberlangsungan peradaban,” kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan dalam kuliah praktisi bertajuk “Perubahan Iklim Sebagai Ancaman Nyata: Catatan Sejarah Peradaban dan Pandangan Masa Depan” di Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu, 29 Oktober 2025.

Baca juga: Kementerian PU Alokasikan Rp351,8 Miliar untuk Tanggap Darurat Bencana 2025

Peradaban manusia, khususnya Homo sapiens, berkembang di wilayah dengan suhu ideal 20–21 derajat Celcius dan akses air cukup. Secara kebetulan, banyak peradaban besar seperti Mesir dan Persia tumbuh di kawasan yang memenuhi dua syarat utama tersebut, yaitu keseimbangan suhu dan ketersediaan air dari sungai-sungai besar.

Dinamika iklim ekstrem masa lalu menjadi faktor pendorong runtuhnya peradaban besar, seperti Suku Maya dan Tiahuanaco. Termasuk erupsi Gunung Tambora yang memicu fenomena “Years Without Summer” dan mengguncang sistem sosial dan ekonomi manusia.

Di sisi lain, ia turut menyinggung sejumlah kejadian besar abad ke-20 yang berkorelasi dengan fenomena El Niño, seperti kelaparan di Tiongkok (1957–1958), India (1972–1973), dan Ethiopia (1982–1983). Pada masa lalu belum ada kemampuan deteksi dini terhadap anomali iklim yang bisa memicu gejolak sosial. Namun pada El Niño 2015–2016, gejolak tersebut tidak lagi terjadi.

Baca juga: Atasi Ketergantungan Pangan, Komisi IV Minta Sagu Kembali Jadi Makanan Pokok Papua

“Salah satunya, karena BMKG telah memiliki sistem informasi dan peringatan dini yang semakin matang,” ujar dia.

Dalam konteks sejarah sosial, Ardhasena mengutip pemikiran Abu Zaid Abdurrahman (1377 M) yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Masa itu, Abu Zaid telah mengaitkan antara kekeringan, kelaparan, konflik sosial, migrasi, dan wabah penyakit.

Menanggapi pertanyaan peserta terkait dampak pada sektor pertanian Indonesia, Ardhasena mengakui ada potensi penurunan produktivitas akibat kenaikan suhu dan kelembapan. Namun, ia memastikan upaya adaptasi terus berjalan. Alasannya, BMKG bekerja sama dengan berbagai mitra pertanian untuk mendukung strategi adaptasi, seperti pengembangan varietas tanaman yang lebih tahan panas dan kekeringan. [WLC02]

Sumber: BRIN, BMKG

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: BMKGBRINmanusia purbaperadaban manusiaperubahan iklim

Editor

Next Post
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.

Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media