Vonis 10 bulan tersebut dijatuhkan pada 12 Januari 2022 kepada dua terdakwa, Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi. Menurut Majelis Hakim, kedua pelaku terbukti bersalah karena melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat dan menghalangi kerja-kerja pers.
Baca Juga: RUU TPKS Disetujui Jadi Inisiatif DPR RI
Kedua terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi kepada Nurhadi sebesar Rp13.813.000 dan kepada saksi F sebesar Rp21.850.000.
Pengacara Nurhadi dari LBH Lentera yang bergabung dalam Aliansi Anti Kekerasan terhadap Jurnalis, Salawati Taher menganggap vonis tersebut janggal karena tidak ada perintah penahanan atas kedua terdakwa.
“Jika kedua terdakwa banding, maka korban akan tetap dalam lindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan belum bisa bekerja kembali,” ujar Salawati.
Bermula dari investigasi
Penganiayaan terhadap Nurhadi oleh sekelompok orang terjadi saat meliput di Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jl Moro Krembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur pada 27 Maret 2021. Nurhadi mendatangi gedung tersebut untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan suap yang dilakukan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: KPK Ingatkan Penyelenggara Negara Menyampaikan LHKPN Tahun 2021
Di lokasi tersebut sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin dan anak mantan Karo Perencanaan Polda Jatim, Kombes Pol Achmad Yani. Nurhadi yang kedapatan memotret Angin, kemudian ditarik, dipiting, dipukul oleh beberapa orang. Kemudian korban dibawa ke gudang di belakang tempat resepsi. Di sana, dia disekap, diinterogasi, dan dipaksa membuka isi ponselnya. Seluruh data di ponsel dihapus dan simcard HP korban dirusak.
Para pelaku juga membawa Nurhadi ke sebuah hotel dan memaksa Nurhadi untuk memastikan foto yang diambil di lokasi resepsi tidak sampai dipublikasikan di Tempo. [WLC02]
Discussion about this post