Baca Juga: Gempa Dangkal Mengguncang Sukabumi, Ini Sumber Gempa
“Kami menilai penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan lebih efektif dalam penyelamatan kerugian lingkungan hidup dan masyarakat terdampak. Sebab proses penyelesaiannya memakan waktu relatif lebih cepat dan berbiaya lebih murah,” jelas Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Jasmin Ragil Utomo.
Kegiatan verifikasi dijadwalkan mulai tanggal 25 Februari hingga 1 Maret 2023 oleh Tim Verifikasi Sengketa Lingkungan Hidup Gakkum KLHK bersama dengan Ahli Ekotoksikologi, Ahli Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pesisir dan Laut, Ahli Terumbu Karang, Ahli Bioekologi Karang, serta Ahli Oseanografi Terapan (Modeling). Ahli tersebut bersifat independen untuk menilai terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, menentukan bentuk dan besarnya kerugian lingkungan hidup dan masyarakat terdampak, serta tindakan pemulihan lingkungan yang harus dilakukan pihak MT AASHI.
Ditjen Gakkum KLHK melakukan hak gugat pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 90 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, akan menuntut ganti kerugian lingkungan hidup yang didasarkan atas hasil penghitungan dari ahli valuasi. Termasuk tindakan pemulihan pesisir laut yang harus dilakukan pemilik MT AASHI.
Baca Juga: Olah Sampah Makanan Jadi Kompos, Atasi Emisi GRK secara Mandiri
KLHK juga akan memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan akibat kerugian masyarakat atas dasar permintaan dari masyarakat terdampak. Kegiatan verifikasi ini dilakukan secara survei gabungan (joint survey) dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nias Utara, serta pemilik atau perwakilan MT AASHI.
Sementara itu, Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan dampak pencemaran dan atau kerusakan ekosistem laut akan mengganggu kemampuan jasa ekosistem laut. Bahan pencemar berpotensi mengganggu kehidupan biota laut.
Baca Juga: Komnas HAM Soroti Penanganan Kasus Lingkungan dan Kehutanan
“Saya menginstruksikan tim untuk melakukan upaya penegakan hukum guna mewajibkan MT AASHI mengembalikan kerugian lingkungan hidup dan melakukan pemulihan pesisir dan laut akibat tumpahan muatan MT AASHI,” tegas Rasio.
Untuk mengamankan ekosistem laut di Indonesia, Gakkum KLHK telah menangani 55 perkara kapal, di mana sejumlah 37 perkara merupakan kerusakan ekosistem laut, 2 perkara merupakan pencemaran laut, dan 16 perkara merupakan perkara pencemaran dan/atau kerusakan ekosistem laut. [WLC02]
Sumber: Kemenko Marves, Kementerian LHK
Discussion about this post