Wanaloka.com – Kegiatan produksi kapal isap pasir laut bernama MV Vox Maxima diketahui nelayan kembali beroperasi di sekitar wilayah perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten. Nelayan tradisional Pulau Pari menginformasikan, kapal tersebut telah melintasi dengan muatan di perairan Pulau Pari sejak 18 November 2023 hingga 22 November 2023. Padahal 27 Oktober 2023 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP) telah menghentikan kegiatannya di tempat yang sama. Pihak KKP menyatakan telah menemukan barang bukti muatan 24.000 m³ pasir laut.
Sementara dalam operasi pada 18-22 November 2023, koalisi KSPP menduga MV Vox Maxima telah menghisap pasir laut sebanyak kurang lebih 120.000 m³ dari Pulau Tunda dengan akumulasi pendapatan kotor sebesar Rp22.560.000.000 (dengan perkiraan harga 1 m³ pasir laut untuk kebutuhan dalam negeri dibanderol Rp188.000/m³).
MV Vox Maxima merupakan kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) milik Van Oord, sebuah perusahaan dari Belanda. KKP menyebutkan, kapal itu dipekerjakan PT Hamparan Laut Sejahtera (PT HLS) untuk men-supply material pasir proyek reklamasi (penimbunan laut) PT Pelindo di Kalibaru, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Operasional kapal itu berdasarkan kesepakatan Menteri BUMN Erick Thohir bersama PT Pertamina untuk memindahkan lokasi Tangki Bahan Bakar Minyak (TBBM) Depo Plumpang ke lahan yang akan direklamasi oleh PT Pelindo.
Baca Juga: Erupsi Gunung Dukono Capai Ketinggian 1,9 Km Empat Kecamatan Dilanda Hujan Abu
Sementara Pulau Tunda termasuk kategori pulau kecil yang memiliki tingkat kerentanan tinggi karena sangat bergantung dengan pulau utama (mainland). Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagai pulau kecil, perairan Pulau Tunda dibebankan tiga Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pertama, PT Pandu Katulistiwa, wilayah konsesi seluas 954,70 ha berdasarkan SK No. 570/28/IUP.OP/DPMPTSP/XII/2020. Kedua, PT Hamparan Laut Sejahtera (HLS), wilayah konsesi seluas 937,70 ha berdasarkan SK No. 570/27/IUP.OP/DPMPTSP/XII/2020. Ketiga, PT Krakatau Banten Sejahtera, wilayah konsesi seluas 482,00 ha berdasarkan SK No. 570/14/IUP.OP-DPMPTSP/XI/2020.
Pengoperasian kembali MV Vox Maxima di Pulau Tunda mendapat respon dari Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) yang meliputi Seknas KIARA, Eksekutif Nasional (Eknas) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Walhi Jakarta bersama Forum Peduli Pulau Pari (FPPP) untuk melakukan kajian cepat.
Aktivitas penambangan pasir laut oleh kapal Vox Maxima akan mengulangi kehancuran lingkungan akibat penambangan pasir untuk pembangunan Pulau G di Teluk Jakarta.
Baca Juga: Pemicu Gempa Dangkal 5,5 Magnitudo di Supiori Papua
“Kehancuran kehidupan sosial ekologis nelayan di perairan Pulau Tunda, serta kehancuran di Teluk Jakarta beberapa tahun yang lalu,” ungkap Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Suci Fitriah Tanjung.
Ia menegaskan, pembangunan proyek reklamasi ini Pemerintah Indonesia akan meneruskan kehancuran, alih-alih memulihkan ekosistem teluk Jakarta yang telah rusak. Berdasarkan indeks kualitas air laut (IKAL) yang dipublikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2020 lalu, IKAL di Teluk Jakarta memiliki skor 59,95.
“Artinya, kualitas air laut di Teluk Jakarta dalam keadaan tidak baik. Proyek reklamasi semakin menghancurkan kualitas air laut di Teluk Jakarta,” tegas Suci.
Baca Juga: Sebanyak 21 Kilang Hidrogen Hijau Dioperasikan
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin menjelaskan bahwa biaya pemulihan lingkungan akibat pertambangan pasir laut jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan ekonomi yang dihasilkan.
Hasil Kajian Walhi bersama dengan para ahli menjelaskan, jika 1 meter kubik (M3) menghasilkan 1 Rupiah, maka biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan sebesar 5 rupiah.
“Artinya, biaya pemulihan lingkungan hidup itu lebih besar lima kali lipat dari pendapatan,” ungkap Parid.
Baca Juga: Banjir Bandang Banjir Lumpur di Sana Sini
Ia mengingatkan Pemerintah, akibat reklamasi Teluk Jakarta, nelayan di sana berpotensi kehilangan penghasilan hingga Rp766 miliar per tahun. Setiap nelayan akan rugi Rp26,9 juta per tahun setiap 1 hektar laut terdampak reklamasi. Total kerugian para nelayan di utara Jakarta mencapai Rp137,5 miliar per tahun setiap 1 hektar laut yang terdampak reklamasi.
Reklamasi juga akan mengakibatkan kerugian total Rp13,6 miliar per tahun bagi para pemilik tambak ikan. Kemudian 1.561 orang pedagang ikan akan rugi Rp119,4 miliar setiap tahun. Begitu pula 472 pengolah ikan yang akan rugi Rp46,2 miliar per tahun.
“Kami mendesak proyek reklamasi sekaligus pertambangan pasir laut di Pulau Tunda, Banten, segera dihentikan. Masa depan Pulau Tunda dan Teluk Jakarta adalah pemulihan ekologi dan ekonomi untuk nelayan,” tegas Parid.
Baca Juga: Pasis Seskoad Harus Siap Hadapi Ancaman Bencana di Daerah
Merespon kembali beroperasinya pertambangan pasir laut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menegaskan pertambangan pasir laut mempunyai sejarah dan dampak panjang dalam kehidupan multidimensi di pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pertambangan pasir laut telah terbukti merusak dimensi sosial, ekologis dan ekonomi kehidupan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal yang sama juga telah dialami nelayan dan masyarakat di Pulau Kodingareng, tepatnya di Blok Spermonde dengan aktor PT Pelindo dan kapal isap pasir terbesar di dunia milik perusahaan Boskalis dari Belanda, yaitu Queen of Netherland. Dampak dari aktivitas pengerukan dengan menggunakan kapal isap adalah rusaknya terumbu karang, biota laut dan ekosistem pendukung pesisir lainnya yang berada di perairan, terusirnya nelayan untuk mengakses laut sebagai ruang kelolanya, meningkat abrasi dan gelombang laut.
“Sebab berubahnya morfologi laut, juga berdampak pada semakin terancamnya nelayan untuk melaut,” ungkap Susan.
Discussion about this post